Di Jogja, Beli Minyak Goreng Wajib Beli Bohlam atau Sabun Mandi Lebih Dulu

Di Jogja, Beli Minyak Goreng Wajib Beli Bohlam atau Sabun Mandi Lebih Dulu

Nasional

Warga menunjukan minyak goreng kemasan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter saat Operasi Pasar Bulog di Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, Rabu (23/2/2022). Foto: Mohammad Ayudha/ANTARA FOTO

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menemukan adanya praktik tactic tying atau bundling yang dilakukan oleh para pedagang minyak goreng di DIY. Dengan sistem bundling, maka masyarakat yang mau membeli minyak goreng diwajibkan membeli produk lain dulu, bahkan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan minyak goreng seperti lampu bohlam dan sabun mandi.

“Pembelian minyak goreng di Pasar Argosari, Pasar Wonosari, dan Pasar Ponjong (Kabupaten Gunungkidul) mensyaratkan pembelian gula pasir, sabun mandi, dan lampu bohlam,” kata Budhi Masthuri dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring, Selasa (1/3).

Budhi mengatakan, produk yang jadi syarat pembelian minyak goreng biasanya adalah produk-produk yang kurang laku di pasaran. Tak hanya di Gunungkidul, praktik tactic tying juga ditemukan di seluruh kabupaten dan kota di DIY.

Di Sleman, pedagang bahkan menggunakan istilah ‘kawinan’ untuk menyebut praktik ini. Di Pasar Sleman, Budhi mengatakan bahwa pedagang mensyaratkan kepada masyarakat yang ingin beli minyak goreng untuk membeli mie jagung, Blue Band, hingga Tepung Sajiku.

Di Kabupaten Bantul, sejumlah toko kelontong mensyaratkan pembelian sabun mandi, santan kemasan, tepung, serta margarin untuk membeli minyak goreng. Sedangkan di Kota Yogyakarta, sejumlah kios di Pasar Kotagede dan beberapa toko kelontong juga mensyaratkan pembelian sabun mandi dan margarin.

Yang mengejutkan, sistem bundling ini ternyata sudah dilakukan oleh pihak distributor ketika menjual minyak goreng ke retailer. Hal inilah yang membuat para pedagang eceran terpaksa menggunakan sistem yang sama untuk menjual minyak goreng.

“Menurut pegawai di salah satu toko kelontong di Bantul, 90 persen distributor memasok minyak goreng di tokonya melakukan praktik tactic tying,” ujar Budhi.

Ilustrasi pedagang eceran minyak goreng curah. Foto: Kumparan

Beberapa barang yang dijadikan syarat oleh distributor ketika menjual minyak goreng ke pedagang misalnya sabun mandi, santan kemasan, tepung dan margarin. Di Pasar Ngaglik bahkan pedagang eceran harus membeli 1 dus tepung untuk tiap 2 karton minyak goreng dari distributor. Di Kulon Progo, pedagang di sejumlah toko kelontong di Galur dan Lendah harus membeli tepung, sabun mandi, dan biskuit dari distributor jika ingin membeli minyak goreng.

“Di Pasar Demangan (Kota Yogyakarta), distributor mensyaratkan kepada penjual dengan pembelian minimal Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga normal,” ujarnya.

Praktik tactic tying ini yang dilakukan oleh para pedagang atau retailer ini menurut Budhi adalah efek domino dari ketentuan pemasokan oleh distributor. Praktik ini diungkap oleh ORI DIY setelah melakukan survei sejak 24 sampai 28 Februari 2022 di lebih dari 60 titik yang terdiri atas pasar modern, pasar tradisional, toko modern, serta toko kelontong. Selain itu, survei juga dilakukan secara daring yang melibatkan 122 orang sebagai responden.

“Sebanyak 23,8 responden mengkonfirmasi praktik tactic tying dengan mewajibkan pembeli untuk membeli produk lain untuk mendapatkan minyak goreng,” kata Budhi Masthuri.

Kepala Kantor KPPU Yogyakarta, M. Hendry Setyawan. Foto: Widi Erha Pradana

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kantor Wilayah VII Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Yogyakarta, M. Hendry Setyawan, mengatakan pelaku praktik tactic tying ini berpotensi dikenai hukuman denda. KPPU sebenarnya juga telah memberikan peringatan kepada para distributor untuk tidak melakukan praktik tactic tying ini. Sebab, sejauh ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pencegahan atau preventif, sehingga mereka masih memberikan kesempatan kepada distributor untuk tidak lagi melakukan praktik ini.

Namun, jika ternyata peringatan-peringatan yang diberikan tidak berdampak, dan distributor masih terus melakukan praktik tactic tying ini, maka KPPU akan mengambil proses hukum.

“Mau enggak mau akan kita proses secara hukum jika tidak ada perubahan perilaku,” kata Hendry Setyawan.

Menurutnya ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku praktik tactic tying, yakni Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 tahun 1999, tentang perjanjian untuk melakukan tactic tying.

Berdasarkan pasal tersebut, minimal denda yang bisa dikenakan kepada pelaku tactic tying yang tidak sesuai ketentuan adalah sebesar Rp 1 miliar, sedangkan sanksi maksimal tergantung pada besaran hasil penjualan, yakni 10 persen dari penjualan selama melakukan tactic tying, atau 5 persen dari laba selama proses dia melakukan praktik tersebut.