Ombudsman Temukan Penimbunan Stok Minyak Goreng, Satgas Pangan Harus Bertindak!

Ombudsman Temukan Penimbunan Stok Minyak Goreng, Satgas Pangan Harus Bertindak!

Nasional

Sejumlah warga antre membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar minyak goreng murah di Pinang, Kota Tangerang, Banten, Senin (10/1/2022). Foto: Fauzan/Antara Foto

Ombudsman Republik Indonesia meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) bergerak cepat menyelesaikan persoalan kelangkaan pasokan hingga mahalnya harga minyak goreng di pasaran.

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan pihaknya menemukan adanya kemungkinan penimbunan stok hingga munculnya panic buying di tengah polemik harga minyak goreng.

“Ombudsman menemukan adanya tiga fenomena yakni aksi penimbunan stok minyak goreng, harapannya Satgas Pangan dapat bergerak cepat untuk menangani ini. Selain itu Ombudsman juga menemukan adanya perilaku pengalihan barang dari pasar modern ke pasar tradisional, dan munculnya panic buying dari masyarakat,” kata Yeka saat diskusi yang digelar Ombudsman secara virtual, Selasa (8/2).

Yeka juga meminta Kemendag segera memastikan masyarakat dapat menikmati minyak goreng sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022. Sebab, kata Yeka, berdasarkan pemantauan di 34 provinsi masih harga minyak goreng yang melambung tinggi.

Untuk mengatasi harga minyak goreng tinggi, Kemendag memang sudah menetapkan HET yaitu minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter. Keputusan itu berlaku mulai 1 Februari 2022.

“Pantauan kami, di Aceh harga minyak goreng masih di kisaran Rp 18.000 per liter, Sumatera Utara Rp 19.000 per liter, Sumatera Barat Rp 18.000 per liter, Kalimantan Timur Rp 23.000 per liter, Jawa Barat Rp 22.000 per liter,” ungkap Yeka.

Selain itu, Yeka menegaskan Kemendag harus segera memastikan ketersediaan stok minyak goreng di pasaran. Keterlambatan pasokan bisa membuat permasalahan harga minyak goreng tak kunjung bisa diselesaikan.

“Adanya masyarakat yang sulit mendapatkan minyak goreng dengan harga sesuai regulasi memang bisa terjadi karena ada delay atau keterlambatan antara penetapan regulasi dengan pelaksanaan di lapangan karena melibatkan kesiapan produsen dalam melakukan distribusi,” ungkap Yeka.

Untuk itu, Yeka memberikan masukan kepada Pemerintah yaitu dengan membentuk satuan tugas untuk menangani keluhan masyarakat terkait sulitnya mengakses minyak goreng dengan harga sesuai HET. Kemudian, Ia juga membuka wacana kemungkinan dibukanya kesempatan bagi BUMN untuk menangani 10 sampai 15 persen kebutuhan pasar terhadap minyak goreng.

Selanjutnya, Yeka mendorong Pemerintah agar memprioritaskan crude palm oil (CPO) dimanfaatkan untuk produksi minyak goreng dalam negeri.

“Kemudian Ombudsman mendorong Pemerintah agar memastikan pengawasan terhadap produsen dalam mematuhi ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Ombudsman juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak panic buying,” tutur Yeka.

Leave a Reply