Pakar soal Munculnya Petisi Tolak IKN: Pahami Dulu Dasar Hukumnya

Pakar soal Munculnya Petisi Tolak IKN: Pahami Dulu Dasar Hukumnya

Nasional

Visualisasi desain Istana Negara di ibu kota baru. Foto: Bappenas/@suharsomonoarfa

Petisi menolak pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru diunggah di laman change.org dengan tajuk: ‘Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota Negara’.

Adapun petisi penolakan IKN Nusantara ini diprakarsai oleh Narasi Institute itu diteken antara lain mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas, Sri Edi Swasono, Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, Muhamad Said Didu, Faisal Basri, hingga Ahmad Yani.

Menanggapi hal itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji, menyebut wajar bila ada perbedaan pendapat di antara masyarakat.

“Sebagai pengakuan Prinsip Rule of Law, Negara menghargai sikap pro kontra terhadap rencana Pemindahan IKN dan ada mekanisme hukum atas keberatan,” ujar Indriyanto kepada wartawan, Senin (7/2).

Indriyanto pun meminta pihak yang bersikap kontra sebaiknya mempelajari terlebih dahulu soal pemindahan IKN tersebut.

“Namun memang sebaiknya dipahami dulu soal pemindahan IKN dengan memahami secara mendalam kehasilgunaan yang dicapai negara sebelum ajukan keberatan,” paparnya.

“Jadi tidak terkesan sebagai subjektif non-konstruktif argumen keberatannya tersebut,” tambahnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji. Foto: Puspa Perwitasari/Antara Foto

Menurutnya, secara umum UU IKN dapat dikategorikan telah memenuhi salah satu prinsip utama sebuah undang-undang yang baik.

Hal itu lantaran UU IKN memiliki kehasilgunaan, tidak hanya dari sudut pandang biaya hingga manfaat, tetapi juga pemenuhan hak dan rasa keadilan dalam konteks NKRI.

“Untuk itu, ke depannya diharapkan masyarakat dapat memahami dan memastikan kehasilgunaan yang dapat dicapai oleh negara,” ungkap dia.

Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, menyatakan adanya petisi penolakan IKN tergolong telat.

“Kalau penolakan itu lebih cocok sebelum pengesahan. Jadi itu sudah terlambat, kalau enggak setuju ada yudisial MK. Jadi enggak perlu bikin petisi,” ujar Trubus.

“Itu (petisi) rasanya seperti memprovokasi serta jadi mendorong orang lain untuk tidak menyetujui dan itu memberikan pendidikan yang tak baik,” tambahnya.

Sebab, kata Trubus, Indonesia merupakan negara hukum. Maka, segala sesuatunya tentu harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku.

Ia pun meminta agar pemerintah memberikan sosialisasi terhadap publik yang masih kontra dengan kebijakan pemindahan IKN.

“Yang menolak itu diberikan pengarahan dan disosialisasikan, komunikasi publiknya juga perlu dibenahi terkait pemindahan itu,” terangnya.

Leave a Reply