Pendiri Sangkala UNY Angkat Bicara: Tidak Ada Ruang untuk Pelecehan Seksual

Nasional

Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) FBS UNY. Tempat kegiayan anggota UKMF Sangkala UNY, Kamis (27/1/2022) Foto: Arfiansyah Panji/kumparan

Seorang mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) diduga menjadi korban kekerasan seksual. Mahasiswi itu, disebut dua kali mengalami kekerasan seksual oleh dua mahasiswa yang berbeda. Salah satunya oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) Sangkala FBS UNY.

Pendiri Sangkala, Sodiq Sudarti turut angkat bicara terkait kasus ini. Dia menegaskan apa yang dibangun Sangkala, tidak ada satu pun nilai yang berbicara untuk mendukung pelecehan seksual. Tidak ada ruang untuk pelecehan seksual.

“Apa yang dibangun Sangkala tidak ada satu pun nilai yang berbicara untuk mendukung pelecehan seksual. Bahwa kenapa kemudian Sangkala dibangun itu adalah dia mencoba untuk berbicara antara kebudayaan dan ruang spiritualitas,” kata Sodiq melalui sambungan telepon, Kamis (27/1).

Sodiq mendukung langkah Sangkala yang telah membentuk Tim Pencari Fakta untuk mengusut kasus ini. Harapannya dengan tim ini, akan diketahui fakta sebenarnya dalam kejadian ini.

Dia juga meminta kepada terduga pelaku untuk menghadapi persoalan ini. Diharapkan dia bisa memberikan penjelasan secara jujur dan tanpa emosi. Yang bersangkutan diketahui sudah lulus kuliah dan berada di luar Yogyakarta.

Menurutnya, ketika terduga pelaku ini ternyata terbukti benar bersalah maka penyelesaian terbaik tentu di ranah hukum. Menurutnya, lembaga hukum merupakan institusi yang paling tempat untuk menangani persoalan hukum.

“Ya itu jadi kalau aku secara (pribadi) jadi lucu kalau diselesaikan di Sangkala. Saya pikir kan ini permasalahan individu karena sudah tidak menyangkut lembaga. Kalau lembaga menyelesaikan dia sudah terikat sama lembaga sebenarnya. Keterikatan, tidak ada keterikatan birokratis sehingga lembaga ini tidak punya wewenang untuk menyelesaikan,” ujarnya.

“Kalau pingin menyelesaikan ya didudukkan secara hukum. Secara hukum secara formal dengan yang berwajib sudah seperti itu,” ujarnya.

Dia juga berpesan, jika kemudian terduga pelaku ini benar terbukti bersalah maka langkah yang paling bijak adalah bertanggung jawab. Barangkali itu adalah fase yang harus dilalui yang bersangkutan agar menjadi manusia yang lebih baik..

“Kalau dia harus dituduh bersalah dan disuruh tanggung jawab ya jalani saja. Sebagai seorang manusia ya sudah jalani saja. Siapa tahu dari situ akan lebih baik,” ujarnya.

Sodiq menyakini terduga pelaku maupun korban saat ini membutuhkan teman. Ketika terduga pelaku terbukti bersalah maka tetap harus didampingi agar dia tidak membuat kesalahan yang lebih besar.

“Kalau pelaku ini salah tetap harus ditemani jangan sampai kesalahan dia karena merasa sendiri dia melakukan kesalahan yang lebih besar. Harus ditemani jangan sampai orang yang salah itu terjerumus ke kesalahan yang lebih besar,” katanya.

Sodiq pun menyesalkan kenapa nama Sangkala terseret dalam kasus ini. Menurutnya, peristiwa yang pada 2019 lalu itu, terjadi di luar lingkungan kampus.

“Mengapa nama Sangkala ini dipakai. Kenapa media mencoba mengangkat justru UKMF Sangkala yang diangkat. Satu bahwa hal itu terjadi tidak di dalam proses kegiatan Sangkala dan di dalam kegiatan Sangkala tidak ada satu pun yang membenarkan untuk melakukan pelecehan seksual,” jelasnya.

Dia mengatakan bahwa Sangkala tidak memberikan ruang sedikit pun untuk kekerasan seksual. Bahkan di wilayah ospek, di wilayah berkesenian, maupun berkarya, tidak ada ruang untuk ke arah sana.

“Untuk bicara secara individu pun pelecehan seksual ini sudah sah. Kenapa harus membawa lembaga Sangkala. Apakah lembaga Sangkala memberikan ruang untuk melakukan itu, saya pikir tidak. Tidak ada ruang yang diberikan oleh sangkala untuk melakukan hal tersebut karena itu berada di luar dari proses sangkala gitu,” ujarnya.

Leave a Reply