Tak Seperti Kisah dalam Ceramah Oki Setiana Dewi, Begini Pola KDRT yang Berulang

Tak Seperti Kisah dalam Ceramah Oki Setiana Dewi, Begini Pola KDRT yang Berulang

Nasional

Oki Setiana Dewi Foto: Yurika Kencana/kumparan

Oki Setiana Dewi tengah jadi sorotan publik khususnya di media sosial. Pasalnya, video cuplikan ceramah artis yang juga dikenal sebagai ustazah itu dinilai menormalisasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Ya Moms, dalam ceramahnya, Oki berkisah tentang seorang istri yang menangis karena dipukul oleh suami. Tiba-tiba, orang tuanya datang. Ketika ditanya mengapa wajahnya sembab, sang istri berbohong guna menutupi kondisi.

Oki menyebut sikap sang istri sebagai tindakan yang terpuji karena artinya menutupi aib suami. Bahkan kisahnya, sang suami menjadi luluh dan mencintai sang istri.

“Suaminya luluh hatinya. ‘Istriku masyaallah, menyimpan aibku sendiri, ya Allah, luar biasa’. Makin sayang dan cintalah suami tersebut. Jadi enggak perlu lah cerita-cerita yang sekiranya membuat kita menjelek-jelekkan pasangan kita sendiri,” kata Oki Setiana Dewi dalam penggalan video ceramah itu.

Tapi apakah memang seperti itu yang umumnya terjadi dalam kasus-kasus KDRT? Benarkah pelaku kekerasan akan luluh dan mencintai bila tindakannya disembunyikan?

Psikolog: KDRT Memiliki Pola Kekerasan yang Berulang

KDRT Memiliki Pola Kekerasa yang Berulang. Foto: sdecoret/Shutterstock

“Perlu dipahami, KDRT memiliki pola kekerasan yang berulang dimulai dari ketegangan antara pasutri yang sulit diselesaikan,” ujar Ifa Hanifah Misbach, S.Psi., M.A, Psi, psikolog dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung ketika dimintai pendapatnya mengenai video ceramah Oki Setiana Dewi pada Jumat (4/2).

Ifa menjelaskan, pola kekerasan yang berulang tersebut adalah sebagai berikut:

Konflik tidak bisa diselesaikan.

Terjadi kekerasan.

Pelaku kekerasan menyesal (biasanya dengan gaya dramatis memohon-mohon maaf karena khilaf, menyatakan cinta, berjanji tidak mengulangi dan sebagainya).

(Jika korban memiliki harga diri rendah) korban memberikan maaf karena merasa kasihan, tidak tega atau karena ada rasa takut ditinggalkan akibat ia sendiri sudah merasa tidak berdaya (powerless) dan merasa tidak berharga.

Periode tenang.

Ketegangan muncul lagi hingga timbul konflik.

Kekerasan berulang lagi (kembali ke nomor 1).

Artinya, KDRT tidak tiba-tiba terjadi dan juga tidak tiba-tiba berhenti, Moms. Ifa pun menyebut, pola pelaku KDRT mirip dengan pelaku bullying di mana terjadi relasi kuasa yang tidak seimbang antara pihak superior dan inferior.

“Dalam KDRT, muncul pola penindasan dari pelaku sebagai pihak superior bisa berupa pemaksaan maupun cara persuasif terhadap korban sebagai pihak inferior yang menyebabkan hilangnya kepercayaan diri korban untuk melawan karena harga diri korban dilecehkan secara intensif dalam siklus kekerasan dalam jangka waktu yang lama dan berulang,” paparnya.

Ia juga menjelaskan, KDRT akan membuat korban mengalami ketakutan, yang berujung pada kecemasan, hilangnya kepercayaan diri, sulit mengambil keputusan jernih, perasaan tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat serasa tidak berharga yang akan berujung menjadi trauma berkepanjangan bahkan kematian.

Ifa menegaskan, “Kan ada juga belum lama ini di berita, di Cianjur dan Palembang, istri dibakar oleh suami hingga meninggal dunia. Sampai ada yang seperti itu, tetap mau diam saja?”

Leave a Reply