Ada Kebijakan DMO Sawit, Apakah Dampaknya Besar Terhadap Neraca Perdagangan?

Nasional

Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Rahmad/ANTARA FOTO

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi resmi mewajibkan produsen memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri melalui Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen. Pemerintah juga tetapkan Domestic Price Obligation (DPO) untuk produk kelapa sawit.

Aturan DMO ditetapkan karena produsen berpotensi meningkatkan ekspor ketika harga Crude Palm Oil (CPO) global meroket. Hal ini tentu saja akan mengurangi kinerja ekspor. Lalu bagaimana dampaknya terhadap kondisi neraca perdagangan Indonesia ke depan?

Direktur Eksekutif CORE, Mohammad Faisal, mengatakan kebijakan DMO kelapa sawit tentu saja akan mengurangi surplus neraca perdagangan Indonesia. Namun, hal tersebut tidak lebih penting dari pengendalian harga minyak goreng di level konsumen.

“Kalau kita bandingkan antara penurunan surplus neraca perdagangan dengan kenaikan harga minyak goreng, lebih sensitif dan lebih besar dampak negatifnya ke ekonomi kalau harganya tidak dikendalikan di dalam negeri,” kata Faisal saat dihubungi kumparan, Sabtu (29/1).

Faisal menjelaskan, minyak goreng adalah bahan pokok penyumbang inflasi nomor dua terbesar setelah beras. “Artinya bagi masyarakat luas, termasuk kelompok menengah bawah, konsumen maupun pelaku usaha banyak tergantung pada bahan baku minyak goreng, ya UMKM yang punya rumah makan, gerobak gorengan,” lanjutnya.

Sehingga, menurut dia, mengendalikan harga minyak goreng lebih penting daripada kekhawatiran untuk mendobrak surplus neraca perdagangan. Surplusnya saat ini sudah sangat tinggi, walaupun Faisal juga memprediksi akan terus berkurang di 2022.

“Ini tidak bisa dilakukan pada saat kondisi neraca perdagangan kita defisit, jadi itu tidak perlu dikhawatirkan. Kalau harga minyak goreng tinggi tapi kita takut defisit nah ini yang lebih berbahaya, makanya saya lebih mendukung ke sana,” tutur Faisal.

Faisal juga menuturkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemerintah dalam penerapan kebijakan ini. Pertama, pastikan kebijakan ini tepat sasaran terhadap penurunan harga minyak goreng di tingkat konsumen.

Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO

“Bukan saja harganya turun, tapi pemerintah juga harus menertibkan jangan sampai ada kelangkaan karena banyak yang panic buying, kita lihat sekarang di ritel modern, banyak yang habis subsidi itu, akhirnya sebagian tetap pakai harga yang mahal,” kata Faisal.

Dihubungi terpisah, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah, mengatakan kebijakan DMO dan DPO tidak terelakkan karena pemerintah harus penuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Jika tidak, akan terjadi krisis maupun lonjakan harga minyak goreng.

“Itu bahayanya akan lebih besar. Bahkan bisa merambat ke isu non-ekonomi, yaitu politik dan sosial. Sementara kebijakan ini tidak akan berdampak besar terhadap neraca perdagangan,” jelasnya.

“Kewajiban DMO dan DPO tidak menghabiskan seluruh ekspor. Selama harganya masih begitu tinggi, CPO tetap akan menyumbang surplus yang besar. Kewajiban ini memang akan mengurangi keuntungan pengusaha, tapi pemerintah harus membela kepentingan yang lebih besar yaitu perekonomian nasional,” imbuh dia.

Leave a Reply