Bayang-bayang Krisis Energi di Eropa Setelah Invasi Rusia ke Ukraina

Bayang-bayang Krisis Energi di Eropa Setelah Invasi Rusia ke Ukraina

Nasional

Prajurit Garda Nasional Ukraina mengambil posisi di Kyiv tengah, Ukraina, Jumat (25/2/2022). Foto: Gleb Garanich/REUTERS

Harga gas di Eropa melonjak lebih dari 30 persen pada Kamis (24/2) setelah pasukan Rusia melancarkan invasi ke Ukraina. Mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, konflik ini dapat membuat krisis energi di Eropa semakin buruk.

Dalam sepuluh tahun belakangan, Eropa membutuhkan gas bumi sekitar 17 tcf per tahun. Dari jumlah ini, sepertiga dipenuhi dari gas pipa yang berasal dari Rusia yang melintasi Belarusia dan Polandia ke Jerman, Nord Stream 1 yang mengalir langsung ke Jerman, dan pipa melalui Ukraina.

Tidak semua negara mendapatkan pasokan langsung dari Rusia. Tetapi jika negara-negara seperti Jerman, konsumen terbesar gas Rusia, menerima lebih sedikit dari Rusia, mereka harus mencari sumber pasokan alternatif. Sumber alternatif tersebut misalnya Norwegia, namun hal itu akan berdampak pada ketersedian gas untuk negara-negara lain.

Ditambah lagi dengan perubahan strategi perusahaan energi Eropa seperti Shell, BP dan Equinor yang beralih ke bisnis energi terbarukan, maka produksi gas bumi dari Eropa menjadi berkurang.

“Akibatnya impor LNG semakin meningkat dan ketergantungan gas pipa dari Rusia semakin tak terelakkan. Di sisi lain energi terbarukan yang diharapkan dapat menggantikan energi fosil, belum menunjukkan performa terbaiknya,” kata Arcandra dalam akun Instagram pribadinya, seperti dikutip pada Sabtu (26/2).

Mantan Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar terlihat di Kementerian ESDM, Selasa (22/10/2019). Foto: Ema Fitriyani/kumparan

Lebih dari seperempat (25 persen) jalur gas pipa Rusia melewati Ukraina, sisanya lewat Belarusia, Polandia dan juga lewat Laut Baltik. Dengan jalur pipa yang melewati Ukraina, Rusia akan memanfaatkannya untuk menekan balik negara-negara Eropa Barat kalau ada sanksi internasional yang dikenakan ke Rusia.

Negara-negara Eropa yang Bergantung Pada Gas dari Rusia

Dikutip dari Statista, data dari European Union Agency for the Cooperation of Energy Regulators menunjukkan, pasokan energi negara mana yang paling berisiko jika terjadi pembekuan atau embargo gas Rusia.

Jerman mengimpor sekitar setengah kebutuhan gasnya dari Rusia, sementara Prancis hanya seperempat kebutuhannya. Sumber gas terbesar Prancis adalah Norwegia, memasok hingga 35 persen. Italia menjadi salah satu negara yang paling ketergantungan gas dari rusia, 46 persen kebutuhannya berasal dari Negeri Beruang Merah.

“Inggris berada di posisi yang berbeda, setengah dari pasokan gasnya bersumber dari dalam negeri sendiri dan sisanya impor dari Norwegia dan juga Qatar. Spanyol juga tidak ada dalam daftar pelanggan utama Rusia, pemasok gas terbesar mereka adalah Aljazair dan AS,” demikian keterangan Statista, dikutip kumparan pada Sabtu (26/2).

Pemandangan stasiun penerima Pipeline Inspection Gauge (PIG), Nord Stream 2 bagian dari area pendaratan di Lubmin di pantai Laut Baltik Jerman. Foto: John MACDOUGALL/AFP

Beberapa negara Eropa yang lebih kecil bergantung secara eksklusif pada gas Rusia, yaitu Makedonia Utara, Bosnia dan Herzegovina, dan Moldova. Ketergantungan juga berada di atas 90 persen pasokan gas di Finlandia dan Latvia dan 89 persen di Serbia.

Ketergantungan yang rendah dapat dilihat di Belanda, Rumania dan hampir tidak ada ketergantungan pada gas Rusia di Georgia, Irlandia dan Ukraina. Ukraina telah membeli gas alam dari Uni Eropa sejak 2015 setelah konflik bersenjata sebelumnya dengan Rusia terkait Krimea. Ini berarti dapat dikenakan re-import gas Rusia melalui blok tersebut.