Bisnis IT Terdampak Pandemi, 8 Pemuda di Gunungkidul Banting Stir Jadi Peternak

Bisnis IT Terdampak Pandemi, 8 Pemuda di Gunungkidul Banting Stir Jadi Peternak

Nasional

Usaha Sinambi Farm, ternak kambing perah yang dirintis 8 pemuda di Gunungkidul. Foto: erfanto/Tugu JOgja

Beternak kambing, mungkin menjadi salah satu pekerjaan yang hanya menjadi sampingan. Nilai ekonomi beternak kambing selama ini masih dipandang sebelah mata sehingga wajar hanya menjadi sampingan.

Tak sedikit anak muda yang menghindari pekerjaan ini karena alasan kotor karena bau kambing yang menyengat. Biasanya peternak kambing hanya ditekuni oleh generasi tua di mana mereka telah memiliki bisnis utama.

Namun tidak bagi 8 anak muda di Gunungkidul ini. 8 pemuda yang tergabung dalam komunitas ‘Sinambi’ ini justru membuat peternakan kambing menjadi bisnis andalan mereka. Meski belum lama dirintis ternyata mampu berkembang dengan baik.

Kambing perah yang diberi label Sinambi Farm ini berlokasi di Padukuhan Sumber Mulyo, Kalurahan Kepek, Kapanewon Wonosari. Jika masuk ke kawasan Sinambi Farm, tak ada yang menyangka jika di bagian belakangnya ada peternakan cukup besar. Kesan kotor dan berbau tak nampak di peternakan tersebut.

Sebelum memutuskan memulai usaha peternakan kambing perah, 8 pemuda yang rata rata mengantongi gelar sarjana ini telah lama menjalankan usaha bersama dalam bidang IT, maintenance serta pengelolaan website yang berbasis luar negeri.

Sejak Pandemi melanda dunia, usaha yang mereka lakukan bersama ini merasakan dampaknya. Bisnis IT, terutama Website yang secara umum mengandalkan pemasukan dari Adsence serta jasa lain yang relevan secara umum mengalami kemunduran, sehingga memaksa mereka untuk putar otak mencari usaha alternatif.

Manager Sinambi Farm, Ahmad Yasin menuturkan, Sinambi Farm lahir dari hasil diskusi yang panjang, berdasar harapan yang kuat, dengan latar belakang pendidikan mereka yang berbeda beda. Akhirnya mereka sepakat membuka usaha peternakan. Padahal diantara mereka tidak ada satupun yang punya basis pendidikan peternakan maupun pertanian.

“Awal kami bergabung dan sepakat untuk membuka usaha memang berdasar pertemanan,” ujar dia.

Karena berangkat dari pertemanan maka antara satu dan yang lain memang telah mengenal karakter masing masing. Ada beragam ide usaha yang masing masing mereka proyeksikan, intinya di masa sulit Pandemi usaha apa yang bisa mendapatkan hasil atau pemasukan harian.

Akhirnya, setelah berembug panjang, mereka akhirnya memutuskan untuk beternak kambing perah. Keputusan ini menurut Yasin bukan tanpa alasan. Salah satu pertimbangannya adalah, bahwa usaha yang paling bisa bertahan di masa Pandemi hanyalah bidang pertanian dan peternakan.

Modal awal kemudian dikumpulkan dari hasil patungan mereka. Modal juga termasuk keuntungan dari pengelolaan website yang lebih dulu mereka jalani. selama ini. Jumlah modal yang disetor masing-masing anggota juga berbeda-beda. Ada satu yang mendominasi jumlah permodalan, atau jadi investor.

“Tentunya, besaran jumlah modal ini akhirnya berpengaruh terhadap pembagian keuntungan yang dibagi,” kata dia.

Mereka sepakat, usaha ini akan mereka jalankan secara profesional. Mereka berperan sebagai investor sekaligus pekerjanya, jadi selain dapat pembagian keuntungan berdasar besaran saham, mereka juga mendapat upah harian berdasar posisi kerja masing masing.

Pada awal memulai usahanya, mereka banyak belajar ke berbagai tempat peternakan kambing perah seperti di wilayah Kabupaten Sleman. Mereka juga belajar melalui media sosial dan keahlian IT yang mereka punyai. Termasuk didalamnya tentang tantangan, dan peluang serta serba serbi dunia kambing perah, termasuk juga pemasarannya.

“Jenis kambing kami yang terbanyak adalah varietas Sapeera, ada juga Saanen, Jawa Randu dan peranakan Etawa, atau PE, tapi yang paling produktif sebagai penghasil susu adalah jenis Sapeera,” lanjut Yasin lagi.

Di Sinambi Farm, saat ini mereka memelihara hampir seratus ekor kambing, diantaranya sekitar 50-an yang produktif setiap hari diperah susunya, sisanya pejantan dan peranakan.

“Sebagai strategi.menghemat modal, kami berusaha untuk kawin silang antar indukan. Anak kambing betina kemudian kami pelihara hingga bisa produktif susunya, untuk anak kambing jantan kita jual setelah lepas sapih,” lanjut Yasin.

Yasin mengaku banyak sekali suka duka beternak kambing yang pernah mereka alami, mulai dari masalah tekhnis sampai kematian kambing indukan yang harganya lumayan mahal. Semua kendala itu, bagi mereka dianggap sebagai sebuah tantangan, dimana dari situ mereka bisa belajar dan terus memperbaiki tekhnis memelihara kambing.

Produk dari Sinambi Farm, saat ini selain susu murni, juga mulai memasarkan produk turunan berupa susu kemasan dengan 4 varian rasa, Sinambi Farm juga menjual anakan kambing jantan dan pupuk kandang.

Untuk produksi susu murni setiap hari, lanjut Yasin, saat ini hasilnya memang belum ideal menutup biaya operasional harian, namun Yasin dan teman temannya optimis, bahwa prospek usaha yang di jalankan saat ini ke depan sangat cerah dan menjanjikan.

“Dalam sehari produk susu masih sekitar 15 sampai 20 liter. kalkulasinya memang belum untung, belum bisa balik modal, kami sedang menyiapkan ruang pengolahan susu. Target kami 2022 ini perhari mencapai 40-an liter,” papar pemuda lulusan Fakultas Geografi ini.

Berdasar kalkulasi mereka Sinambi Farm akan menghasilkan keuntungan bagi pendiri sekaligus karyawan kurang lebih setelah bisa bertahan dan berjalan selama 5 tahun.

“Saat ini baru berjalan sekitar dua tahun, operasional dan gaji masih mengandalkan dari modal, semoga tidak sampai 5 tahun kita sudah bisa menutup, permintaan susu tiap hari semakin meningkat, kita harus bisa mengejar produksi,” harap Yasin.

Sembari menyiapkan ruang dapur pengolahan produk, mereka saat ini juga mengurus izin edar Makanan Dalam (MD) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sementara waktu, dalam membuat sampel produk varian rasa, Sinambi Farm bekerjasama dengan kelompok usaha di wilayah Sleman dan UMKM Kalurahan Kepek.

“Konsumsi susu kambing harian belum familiar, ke depan kami akan lakukan edukasi pasar agar susu kambing bisa menjadi tren konsumsi pangan sehat serta digemari anak muda. branding, packaging dan harga akan kami sesuaikan,” imbuh Yasin optimis.

Sementara ini produk susu Sinambi Faram masih banyak diambil pemelihara peranakan kambing untuk kontes. Satu anak kambing kontes kebutuhannya cukup banyak, mencapai 4 hingga 5 liter perhari. Sinambi Farm mematok harga Rp20 ribu untuk 1 liter susu perah murni. Yang sudah diolah dengan varian rasa Rp12.000 untuk kemasan 250 ml.

“Produk kami sesekali juga diambil pembuat kefir dan yogurt. Kami yakin jika nanti produksi sudah optimal kemudian diikuti upaya marketing yang bagus, produk susu dan turunannya akan mudah diterima pasar,” imbuhnya.

Untuk menjaga kekompakan tim, manajemen Sinambi farm selalu menekankan profesionalitas kerja masing masing. Dinamika tim memang disadari oleh mereka menjadi sesuatu yang harus dihadapi setiap saat. Karena meski sudah saling mengenal lama, usia mereka masih muda dan tentu gejolak ego dan idealisme personal masing masing menjadi sangat dinamis.

“Yang paling penting adalah komunikasi yang baik, diskusi terbuka, saling mendengar dan menghargai pendapat masing masing serta musyawarah untuk mencari yang terbaik. selama ini kami selalu berupaya menjaga kekompakan dengan komunikasi, tahu batasan batasan aturan yang telah disepakati bersama,” terang Agil, bendahara Sinambi Farm.

Selain Yasin dan Agil, anak anak muda yang sering menyebut dirinya sebagai para “Peternak Ganteng” karena pria semua ini beranggotakan Alif Budiman, Ipung, Hastapa Adi, Abidin, Arif Priyambudi dan Toni.

Untuk pemasaran produk sampai saat ini, menurut mereka belum menemui kendala berarti, karena serapan pasar sangat tinggi. Justru yang menjadi wacana ke depan saat ini adalah bagaimana meningkatkan produksi.

Pemasaran, selain secara langsung ke komunitas, dan event pameran skala lokal, juga memanfaatkan media sosial, penjualan online dan mitra platform market place.

Branding Sinambi saat ini mempunyai beberapa sayap usaha, selain Sinambi Media yang masih berjalan, Sinambi Farm di bidang peternakan, mereka juga punya wacana untuk merintis Sinambi Wedangan dan Sinambi Sinau. Mengembangkan jaringan baik antar komunitas di Gunungkidul maupun anak anak muda yang punya keinginan belajar apapun terus mereka lakukan.

“Kami ingin tempat ini bisa menjadi ajang tumbuh bersama bagi siapapun yang ingin belajar dan berkembang, anak anak muda Gunungkidul mempunyai potensi yang luar biasa, kita akan semakin perluas jaringan dan tumbuh bersama untuk masa depan, Sarjana tidak harus jadi pegawai atau buruh, tapi bisa menciptakan ruang usaha sendiri,” pungkas mereka.