Cakupan Imunisasi di Aceh Rendah Selama Pandemi COVID-19

Cakupan Imunisasi di Aceh Rendah Selama Pandemi COVID-19

Nasional

Seorang anak di Banda Aceh disuntik imunisasi. Foto: Istimewa

Capaian imunisasi rutin mengalami penurunan sejak tahun 2020. Berdasarkan laporan data imunisasi rutin Oktober 2021, cakupan imunisasi dasar lengkap tercatat mencapai 58,4 persen dari target 79,1 persen. Hanya Provinsi Banten yang mempunyai cakupan imunisasi melebihi skala nasional, yakni 78,8 persen. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk meningkatkan angka cakupan vaksinasi di masing-masing daerah.

Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Aceh, Cut Efri Maizar, menjelaskan bahwa saat ini cakupan imunisasi di Aceh masih tergolong sangat rendah.

“Untuk imunisasi dasar lengkap Aceh saat ini sangat-sangatlah rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang ada di Indonesia. Angka Aceh untuk saat ini sekitar 29,8 persen sampai dengan bulan Oktober ini,” ujarnya.

Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Aceh, Cut Efri Maizar. Foto: Istimewa

Menurutnya, penyebab banyak orang tua yang tidak membawa anaknya untuk imunisasi itu bervariasi, ada yang khawatir dan curiga terhadap suntikan imunisasi, dan beberapa hal lainnya.

“Penyebabnya bervariasi ada masyarakat yang beranggapan bahwa vaksin yang diberikan di Posyandu itu vaksin COVID-19, padahal kita ketahui bahwa vaksinasi COVID-19 itu bisa diberikan pada anak usia di atas 12 tahun, sementara imunisasi yang dilakukan di Posyandu itu adalah imunisasi untuk bayi dan balita. Jadi tidak ada hubungannya vaksinasi yang rutin selama ini dilakukan dengan vaksin COVID-19,” ujar Cut Efri.

Ia menambahkan, kemudian kecenderungan orang tua ketika mau membawa anaknya ke Posyandu itu karena enggan memberikan vaksin takut anaknya demam. Padahal efek demam yang diberikan yang ditimbulkan pada saat vaksinasi itu adalah hal yang normal, malah kalau tidak ada demam itu diragukan apakah vaksin itu sudah tidak baik lagi dalam teknik penyimpanannya.

Mengukur tumbuh kembang anak. Foto: Istimewa

Menurutnya, efek suntikan imunisasi seperti demam merupakan hal yang normal dialami oleh para bayi. Namun, kadang kala para orang tua tidak paham terhadap hal itu.

“Andaikan para orang tua mengetahui bahwa imunisasi ini merupakan salah satu hak dari anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, mungkin orang tua akan terbuka hatinya bahwa imunisasi merupakan salah satu hak anak, di samping dia memperoleh pendidikan. Karena hak anak untuk memperoleh sehat itu diatur dalam Undang-undang. Akibat dari angka cakupan imunisasi dasar lengkap yang rendah ini akan menimbulkan penyakit-penyakit yang dapat dicegah hanya dengan imunisasi,” sebutnya.

Beberapa orang tua juga beranggapan bahwa imunisasi ini mampu menjaga anak dari semua penyakit, padahal hanya penyakit-penyakit tertentu saja yang dapat dicegah dengan imunisasi.

“Para orang tua identik berargumentasi bahwa imunisasi akan melindungi anak dari semua penyakit, padahal hanya penyakit tertentu saja yang dapat dilindungi dengan cara imunisasi. Efek dari rendahnya cakupan kita dari tahun ke tahun itu akan kelihatan timbul disaat 5 atau 10 tahun ke depan, karena penyakit yang diderita anak seperti difteri menjadi kejadian luar biasa yang sering disebut dengan KLB serta penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,” kata Cut Efri.

Lita, Petugas Puskesmas Lampaseh. Foto: Istimewa

Hal serupa juga diungkapkan oleh Lita, Petugas Puskesmas Lampaseh. Ia menyebut imunisasi pada saat pandemi ini mengalami penurunan.

“Kalau untuk imunisasi selama pandemi mengalami penurunan, bahkan sebelum pandemi tingkat kesadaran anak diimunisasi masih sangat rendah. Selain itu, sebab lainnya dipicu dengan munculnya informasi hoaks, karena masyarakat beranggapan imunisasi yang disuntik itu adalah vaksin COVID-19, rata-rata anggapannya gitu,” ujarnya.

Sebelum imunisasi diberikan pada anak, kata Lita, pihak Puskesmas akan melakukan screening terlebih dahulu.

Wahyuni, salah seorang ibu muda yang tinggal di Kecamatan Ingin Jaya, mengaku bahwa dirinya selalu melaksanakan imunisasi anaknya setelah melahirkan.

Wahyuni, seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Ingin Jaya, Kota Banda Aceh. Foto: Istimewa

“Kalau saya sih, alhamdulillah ya anak-anak ketika lahir sudah langsung di rumah sakit imunisasi pertama, seperti hepatitis ya. Saya rasa mungkin selama ini karena pemahaman orang tua terkait dengan imunisasi, apalagi sekarang suasana pandemi seperti ini jadi orang-orang tua mungkin kekhawatiran, takutnya nanti terkait dengan vaksin. Takut anaknya nanti divaksin COVID-19 ya, sebenarnya itu terlebih pada pemahaman orang tua. Kalau saya nggak masalah sih sebenarnya, imunisasi ya imunisasi saja,” tuturnya.

Menurutnya, masyarakat di sekitar tempatnya tinggal cenderung khawatir terhadap jenis suntikan imunisasi yang diberikan.

“Sejauh ini kalau dari teman-teman saya nggak ada sih, mungkin dari masyarakat-masyarakat sekitar ini punya kekhawatiran seperti itu. Mereka menganggap nanti orang pihak-pihak kesehatan memberikan vaksin bukannya imunisasi terhadap anak. Mungkin kekhawatiran ini yang membuat masyarakat sekitar itu tidak mau membawa anaknya untuk imunisasi,” kata Wahyuni.

Posyandu di tempat tinggal Wahyuni rutin dilakukan, bahkan ada posyandu khusus lansia. “Ada, di tempat kami rutin posyandu, malah posyandu untuk kegiatan lansia itu diadakan sebulan sekali pasti ada posyandu untuk lansia untuk yang usianya 50 tahun ke atas, rutin sih sebenarnya,” tambahnya.

Wahyuni sebagai masyarakat berharap nantinya pihak puskesmas atau tenaga kesehatan lebih giat melakukan sosialisasi ke desa-desa, supaya capaian imunisasi di Aceh dapat meningkat.

“Harapan saya sebenarnya, kalau menurut saya perlu sosialisasi ya. Sosialisasi dari pihak-pihak puskesmas dari orang-orang kesehatan tentang pentingnya imunisasi untuk anak-anak terlebih bayi di bawah usia sembilan bulan. Dengan adanya sosialisasi mungkin lebih memahamkan masyarakat-masyarakat kita yang belum paham akan pentingnya imunisasi. Kalau pihak-pihak kesehatan tidak turun-turun ke desa-desa, saya rasa pemahaman itu akan tetap ada,” sebutnya.[adv]

Leave a Reply