Connie Bakrie Nilai Pengadaan Satelit untuk Slot Orbit 123 BT Harus Dilanjutkan

Nasional

Pengamat Pertahanan, Connie Bakrie. Foto: Instagram/@connierahakundinibakrie

Pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, menilai pengadaan satelit untuk slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) harus dilanjutkan. Dia membeberkan urgensi mengapa hal tersebut harus dilakukan.

Pertama, pengadaan ini merespons rekomendasi DPR dan Presiden Jokowi. Diketahui, Menkopolhukam Mahfud MD sempat mengungkapkan bahwa ada perintah Jokowi untuk menyelamatkan slot orbit 123 BT tersebut.

“Laksanakan perintah presiden untuk selamatkan slot 123 BT dan frekuensi L bandnya,” kata Connie dalam keterangan tertulisnya, dikutip pada Minggu (23/1).

Connie menilai, urgensi pengadaan satelit di slot orbit tersebut juga untuk memenuhi kebutuhan perbaikan anatomis postur pertahanan, khususnya memulai penguasaan dan penggunaan teknologi keantariksaan agar tidak terlalu tertinggal jauh dari postur pertahanan negara-negara yang bermanuver di kawasan strategis Indonesia.

“Upaya ini dibatasi oleh waktu yang kalau tidak dilaksanakan saat ini maka peluang untuk mempertahankan slot dan frekuensi tersebut akan hilang. Demikian pula peluang percepatan peningkatan efektivitas dan efisiensi postur pertahanan negara,” kata Connie.

Dia membeberkan sejumlah langkah strategis dan tindak lanjut yang diperlukan terkait dengan pengadaan satelit untuk mengisi slot orbit 123 BT tersebut.

Pertama, segera menerbitkan otorisasi pembiayaan dan mulai melaksanakan pembangunan satelit. Kedua, mereview postur pertahanan negara dengan memasukkan penguasaan dan pemanfaatan teknologi antariksa dengan infrastruktur utama berupa gugus satelit baik untuk navigasi komunikasi maupun penginderaan jauh.

“Serta berbagai aplikasinya pada alutsista, seperti pengendalian drone dan rudal jarak jauh,” kata Connie.

Ketiga, menindaklanjuti postur baru tersebut dengan merumuskan kebutuhan serta strategi akuisisinya yang kemudian akan dilanjutkan dengan penganggaran yang memenuhi readiness criteria. Setelahnya, melakukan pelaksanaan pengadaan sampai dengan penggelaran.

“Proses review terhadap postur, perumusan kebutuhan maupun strategi akuisisinya, dilakukan oleh Kemhan sesuai prosedur, yang di dalamnya termasuk pelibatan berbagai pihak terkait baik secara kelembagaan maupun individu sesuai bidang tugas dan kepakarannya,” ucap Connie.

Dia pun bicara risiko jika Indonesia kehilangan slot satelit 123 derajat BT. Menurutnya, apabila pengadaan tak dilakukan, maka rekomendasi DPR hingga presiden jadi tidak terlaksana. Selain itu, peluang strategis meningkatkan efektivitas postur pertahanan jadi hilang.

Ditambah, kata dia, kerugian negara yang akan dan sudah timbul, semakin terasa. Seperti kehilangan USD 12 juta yang sudah dibayarkan kepada penyedia satelit sementara dari Avanti, hingga risiko kerugian akibat tuntutan perusahaan-perusahaan lain yang telah menjalin kontrak dengan Kemhan.

Selain itu, Indonesia juga dinilai akan kehilangan sumber daya alam sangat strategis yaitu slot orbit satelit dan frekuensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan signifikansi dan efektivitas dan efisiensi postur pertahanan negara.

“Jika ada kerugian/penipuan/pidana pada proses 2015 pengadaan hingga selesai, memproses oknum pejabat-pejabat terkait dalam status merugikan negara dan diproses secara hukum,” pungkas dia.

Diketahui, proyek pengelolaan satelit di Kemhan untuk slot orbit 123 derajat Bujur Timur di tahun 2015 menuai polemik. Dugaan adanya praktik korupsi yang merugikan keuangan negara mencuat, membuat Kejaksaan Agung turun tangan.

Ilustrasi satelit. Foto: Adim Sadovski/Shutterstock

Latar Belakang Kasus

Perkara ini terkait Satelit Garuda 1 yang keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada tanggal 19 Januari 2015. Sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.

Kemhan yang sudah mendapatkan persetujuan pengelolaan slot orbit tersebut dari Kominfo menyewa satelit kepada Avanti Communication Limited (Avanti), pada tanggal 6 Desember 2015 untuk mengisi sementara kekosongan. Padahal, Kemhan tidak mempunyai anggaran untuk itu.

Belakangan, Avanti menggugat Kemhan di London Court of International Arbitration (LCIA) atas dasar kekurangan pembayaran sewa. Negara bahkan harus membayar Rp 515 miliar karena gugatan itu. Uang itu kemudian dinilai sebagai kerugian negara.

Selain itu, penyimpangan diduga terjadi dalam pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) Kemhan tahun 2015. Penyedia Satelit yang kemudian bekerja sama dengan Kemhan adalah Navayo, Airbus, Detente, Hogan, Lovel, dan Telesa.

Terkait ini, Kemhan digugat Navayo di Pengadilan Arbitrase Singapura karena wanprestasi kontrak. Kemhan diwajibkan membayar USD 20.901.209 (sekitar Rp 298 miliar) kepada Navayo.

Kejaksaan Agung saat ini tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan yang merugikan keuangan negara tersebut. Fokusnya adalah menyasar sipil dan swasta. Sementara jika ada oknum pejabat militer yang terlibat menjadi ranah dari POM TNI.

Leave a Reply