Dugaan Penganiayaan Pelajar di Palembang, Kepala Sekolah Akui Menghukum Push Up

Dugaan Penganiayaan Pelajar di Palembang, Kepala Sekolah Akui Menghukum Push Up

Nasional

Kepala Sekolah SMP Bina Lestari Palembang bersama kuasa hukum menjelaskan kronologi hukuman yang diberikan kepada HN, terduga korban penganiayaan.

Kasus dugaan penganiayaan seorang siswa oleh kepala sekolah di SMP Bina Lestari, Palembang, hingga kini masih belum jelas duduk permasalahannya. HN (15) siswa kini terbaring di rumah sakit, pihak keluarga menduga salah satu penyebab karena hukuman push up dari sang kepala sekolah.

Dugaan penganiayaan itu pun viral di media sosial, HN disebut harus menjalani operasi karena sakitnya yang makin parah. Sementara itu, Kepala Sekolah mengakui memberi hukuman push up, hanya saja dirinya membantah telah menganiaya muridnya.

Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait kasus ini. Sebelumnya polisi menyebut masih mengumpulkan data atas kejadian itu dan menunggu keluarga korban membuat laporan.

Kasat Reskrim Polrestabes Kota Palembang, Kompol Tri Wahyudi, dihubungi melalui selulernya, belum dapat memberikan keterangan terkait kasus yang tengah viral di media sosial itu.

Dari penelusuran Urban Id, Partner 1001 Media Online kumparan di Palembang. Pihak rumah sakit menyebut sejumlah pihak sudah datang terkait permasalahan itu, baik dari pihak perlindungan anak atau PPA maupun dari kepolisian. Namun yang berkaitan dengan permasalahan itu tidak bisa disampaikan ke publik.

“Dari pihak yang resmi membawa surat tugas sudah ada yang datang, hanya saja untuk informasi berkaitan dengan pasien tidak bisa kami sampaikan ke publik,” singkat Direktur Utama RSUD Palembang BARI dr Makiani, Sabtu (12/2).

Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Bina Lestari Palembang, Faril Isnandar, yang dituding melakukan penganiayaan terhadap HN, memberikan klarifikasi resmi bersama kuasa hukum, Septalia Furwani. Faril membantah jika ada unsur penganiayaan terhadap HN.

“Dari penjelasan kepala sekolah, dia tidak menginjak keras HN, dia hanya menekan tubuh HN agar push up yang dilakukan benar. Hukuman push up yang diberikan tidak sampai 100 seperti informasi yang beredar, dan HN dihukum bersama beberapa orang siswa lainnya,” kata Septalia.

Septalia menyebut, hingga kini belum ada panggilan polisi atas laporan keluarga HN. Pihaknya pun akan kooperatif jika diminta polisi untuk menjelaskan kronologi kejadian. Jika memang nanti kepala sekolah bersalah, maka pihaknya akan mengakui kesalahan itu.

Hanya saja, terkait permasalahan itu pihaknya membantah tudingan pihak keluarga HN, sebab waktu dari kepala sekolah memberi hukuman hingga operasi itu cukup jauh. Bahkan HN sempat sekolah seperti biasa.

Hukuman yang diberikan itu diketahui pada 16 November 2021, Desember HN sekolah lag dan 7 Januari 2022 HN mengeluh sakit, dan pihak sekolah membawa ke dokter dekat sekolah, dan HN diketahui sakit maag. Lalu 9 Januari 2022 2022 pihak sekolah mendapat kabar HN operasi usus buntu.

“Tuduhan itu menurut klien kami tidak benar, HN dioperasi karena penyakit bawaan. Sehingga pihaknya memberikan waktu satu pekan kepada keluarga HN untuk mengklarifikasi kejadian yang sebenarnya, jika tidak tentunya akan mengambil langkah selanjutnya,” katanya.

Septalia menyebut, pihaknya juga berencana akan datang ke rumah sakit untuk bertemu dengan keluarga HN sekaligus menjenguk HN. “Kami ingin agar nama baik klien dipulihkan atas tuduhan itu, jika tidak mau tentu akan ambil langkah hukum,” katanya.

Sementara itu, teman HN yakni DN (15) siswa SMP Bina Lestari Palembang kelas VIII, yang juga mendapatkan hukuman bersama HN, membenarkan penjelasan dari kepala sekolah menekan tubuh tidak keras saat push up.

Sebelumnya, Ayah HN, Kadar (61) warga Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Gandus mencari keadilan atas dugaan perbuatan oknum Kepala Sekolah (Kepsek) SMP Bina Lestari.

HN disebut tercatat sebagai siswa kelas VIII, saat ini terbaring di RSUD Bari diduga akibat dari hukuman yang diberikan oleh kepala sekolah tersebut. Kodar menceritakan awal mula yang menyebabkan anaknya sampai dirawat di rumah sakit.

Dia menyebut beberapa waktu yang lalu, anaknya mendapat hukuman push up karena terlambat datang sekolah.

“Anak saya dihukum push up 100 kali, dak sanggup 100 kali lalu diinjak, terus anak saya bilang sakit, di jawab kepala sekolah syukurlah,” katanya.

Saat ini anaknya telah menjalani operasi pertama, dan dalam waktu dekat akan kembali menjalani operasi kedua, karena lambung berada di luar. Sebelum kejadian ini, anaknya tidak ada riwayat penyakit parah, hanya penyakit maag dan beli obat maag di warung sembuh.

“Saya hanya minta keadilan, karena anak saya sekarang kondisinya sangat parah dan dirawat di RSUD Bari,” katanya.