Fakta-fakta Proyek Migas di RI yang Ditinggalkan Perusahaan Asing

Fakta-fakta Proyek Migas di RI yang Ditinggalkan Perusahaan Asing

Nasional

Ilustrasi kilang minyak Foto: Reuters/Todd Korol

Perusahaan minyak dan gas (migas) asing raksasa satu per satu berencana menarik investasinya dari Indonesia. Terutama industri hulu migas yang bakal ditinggalkan para pemain besar mulai dari Shell, Chevron, hingga ConocoPhillips.

Padahal, pemerintah sudah merevisi aturan skema bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) dengan memperbolehkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas memilih skema cost recovery atau gross split agar lebih menarik. Berikut fakta-fakta selengkapnya.

Penyebab Perusahaan Migas Asing Hengkang dari RI

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal, menjelaskan saat ini iklim investasi di sektor hulu migas Indonesia kalah menarik dari negara produsen migas lain. Menurut dia, kemudahan berinvestasi masih menjadi kendala.

“Di sisi lain, fiskal kita tidak begitu menarik dibanding yang lain, karena investor itu lihat banyak faktor. Pertama potensinya dulu, terus lihat bagaimana keekonomiannya, fiskalnya menarik enggak bagi perusahaan. Lalu bagaimana kemudahan investasinya,” ujarnya saat dihubungi kumparan, Sabtu (5/3).

Selain itu, menurut Moshe, perusahaan-perusahaan tersebut juga melihat lapangan migas di Indonesia sudah mulai tua atau masuk fase natural decline. Dia mengatakan, produksi migas di Indonesia pun sudah semakin menurun sehingga tidak lagi menarik bagi investor asing.

Apalagi, lanjut dia, eksplorasi migas di Indonesia sudah mulai masuk ke daerah timur dengan infrastruktur yang tidak selengkap di Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi juga sudah banyak memasuki wilayah lepas pantai (offshore) yang biayanya sangat tinggi membebani para KKKS.

SKK Migas Beri Penjelasan

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Rinto Pudyantoro, menjelaskan alasan banyaknya perusahaan migas internasional mencabut investasinya dari Indonesia. Menurut Rinto, tidak hanya karena iklim investasi.

“Pertimbangan portofolio perusahaan juga berperan besar. Strategi portofolio menjadi pertimbangan apakah dana investasi ditaruh di Indonesia atau di negara lain. Mana yang lebih memberikan keuntungan bagi perusahaan,” kata Rinto.

Tidak hanya itu, dia juga berpendapat upaya penerapan transisi energi untuk mengurangi emisi karbon juga memberikan andil. “Juga ada pertimbangan perusahaan terhadap keputusan untuk pemenuhan net zero emission, yang kemungkinan terjadi pengalihan investasi,” tutupnya.

Daftar Proyek Migas yang Bakal Ditinggalkan Perusahaan Asing

Ilustrasi pengeboran minyak dan gas Foto: Wikimedia Commons

Berdasarkan catatan kumparan, proyek yang mereka tinggalkan bahkan ada yang masuk dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN) kebanggaan Presiden Jokowi.

Pertama, kabar terbaru datang dari ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd. (CIHL). Mereka menjual asetnya ke PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Seluruh saham yang dijual diterbitkan dari Phillips International Investments Inc., entitas anak perusahaan ConocoPhillips Company (COP).

ConocoPhillips Company merupakan sebuah perusahaan multinasional Amerika. CIHL memiliki saham ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL) secara keseluruhan, sebagai operator dari blok gas Corridor (Corridor PSC). Kepemilikan Corridor PSC terdiri dari 54 persen working interest dan 35 persen interest di Transasia Pipeline Company Pvt. Ltd. (Transasia).

Selanjutnya, perusahaan asing yang bakal hengkang adalah Chevron Pacific Indonesia dari proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) fase dua yakni di Lapangan Gendalo-Gehem, Kutai, Kalimantan Timur. Keinginan ini sudah disampaikan perusahaan sejak 2020.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan Chevron Indonesia sudah membicarakan pelepasan hak partisipasinya (Participating Interest/PI) di proyek PSN ini dengan perusahaan migas asal Italia, Eni, tahun lalu. Namun, hingga kini belum juga ada kepastian.

Di dalam proyek migas laut dalam ini, Chevron tercatat sebagai operator dan pemegang saham mayoritas sebesar 63 persen. Perusahaan asal Amerika Serikat ini berkonsorsium bersama mitra perusahaan patungan lainnya, yakni Eni, Tip Top, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), dan para mitra Muara Bakau.

Kemudian, Shell Upstream Overseas Ltd. Mereka mau melepaskan diri dari proyek Blok Masela yang juga masuk dalam PSN. Arifin mengatakan, untuk Shell yang akan melepas hak kelolanya di proyek Blok Masela, masih ditempuh mencari alternatif penggantinya. Meski begitu, Shell tapi komitmen memenuhi program kerja yang sudah sesuai Plan of Development (PoD)

Di proyek ini, Shell ingin melepas 35 persen hak partisipasinya. Namun, hingga Desember 2021, tak kunjung laku. Shell bermitra dengan migas asal Jepang, Inpex Corporation, yang merupakan pemegang hak partisipasi terbesar.