Kisah Panji dari Jawa Timur Diabadikan Lewat Batik

Nasional

Kisah Raden Panji Inu Kertapati (Panji Asmarabangun), seorang pangeran dari Kerajaan Jenggala, dan Putri Candrakirana (Dewi Sekartadji) seorang putri dari Kerajaan Daha atau Kediri, sering kali didengar oleh orang-orang zaman dahulu dengan sebutan Kisah Panji.

Kisah tersebut menceritakan kedua bangsawan yanh saling mencinta satu sama lain dan ingin membangun kehidupan yang harmonis dalam sebuah keluarga.

Bahkan kisah tradisional dari Jawa Timur ini selain terkenal di seluruh nusantara, juga sempat terdengar di wilayah Asia Tenggara, khususnya Thailand, Kamboja, dan Myanmar.

Sayangnya, saat ini generasi muda tidak banyak yang tahu mengenai cerita tersebut. Untuk itu, dosen dan mahasiswa Fakultas Industri Kreatif (FIK) Ubaya bersama pengrajin yang berada dalam naungan Asosiasi Perajin Batik Jawa Timur, serta Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jawa Timur, berkolaborasi guna melestarikan dan mengenalkan cerita Panji Jawa Timur ke dalam bentuk media batik.

Kolaborasi ini merupakan salah satu luaran dari Hibah Kementerian Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) yang diterima oleh FIK Ubaya dengan tajuk Simbolisme dan Nilai Cerita Panji Jawa Timur pada Ragam Hias Jawa Timur.

Prof. Ir. Markus Hartono, S.T., M.Sc., Ph.D., CHFP., IPM., ASEAN Eng., selaku Dekan FIK Ubaya mengatakan, bahwa motif baru ini muncul dari karya mahasiswa dan dosen FIK Ubaya yang dikolaborasikan dengan karya pengrajin melalui motif kearifan lokal.

Cerita-cerita panji tersebut berkembang melalui beberapa aspek kehidupan dan muncul dalam beragam bentuk seni, seperti seni tari, sastra, teater, wayang, lukis, dan pahat.

Dalam konteks sastra, cerita Panji tersendiri mulai berkembang dalam bentuk puisi maupun prosa yang dituturkan secara lisan dan tercatat oleh khalayak umum. Beberapa diantara cerita Panji tersebut menjadi cerita rakyat populer seperti Keong Emas, Ande-Ande Lumut, Cinde Laras, dan sebagainya.

“Diwarnai dengan niatan tulus untuk memberikan sumbangsih dalam eksplorasi cerita Panji Jawa Timur,” kata Prof. Markus, Kamis (20/1).

Prof. Markus menjelaskan salah satu motif batik yang dibuat yakni Batik Gending Panji Sekartaji. Batik ini menceritakan romantisme Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartaji yang dikombinasikan dengan motif Kota Probolinggo yakni angin gendhing.

“Batik khas ini terinspirasi dari kondisi alam Probolinggo, yang juga dikenal dengan sebutan Bayuangga. Bayuangga memiliki makna daerah yang berangin kencang (atau angin gendhing), mewarnai pertemuan Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartaji ketika menari bersama setelah pengelanaan,” jelasnya.

Selain itu adapulan Batik Sawunggaling Panji Tekes khas Surabaya. Motif ini mewarnai desain Panji dengan kekhasan masyarakat Surabaya, yakni Sawunggaling.

Sawunggaling adalah sebutan dari Jaka Berek, putra dari Adipati di Kadipaten Surabaya, yakni Adipati Jayanegara dan Dewi Sangkrah. Walaupun diasingkan setelah lahir, Sawunggaling yang gagah berani menggantikan ayahnya sebagai Adipati Surabaya dan turut berperang melawan Belanda.

“Kebiasaan Sawunggaling yang terkenal membawa ayam jago kemanapun ia pergi pun diabadikan dalam sebuah motif batik Sawunggaling,” tuturnya.

Selain kedua motif tersebut, masih ada sekitar 36 karya batik tulis bertema cerita Panji Jawa Timur yang ditampilkan. Bahkan saat ini, tim dosen sedang proses pengajuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

“Cerita Panji ini merupakan cerita luhur akan syarat nilai keberanian, kepahlawanan dan kasih sayang,” terang Prof. Markus.

Ia pun berharap bahwa nilai-nilai dan budaya yang terkandung di dalamnya dapat terus berlanjut, khususnya melalui peran generasi muda untuk mengenalkan dan mengeksplorasi cerita Panji Jawa Timur kepada generasi berikutnya. “Salah satunya melalui penciptaan produk kreatif,” pungkasnya.

Leave a Reply