Nasib Ratusan Eks Karyawan PT Mapoli Raya, Aceh: Belum Dapat Pesangon Usai PHK

Nasib Ratusan Eks Karyawan PT Mapoli Raya, Aceh: Belum Dapat Pesangon Usai PHK

Nasional

Eks karyawan PT Mapoli Raya, Aceh Barat menuntuk pesangon. Foto: Siti Aisyah/acehkini

Puluhan eks karyawan PT Mapoli Raya di Kabupaten Aceh Barat, mendatangi kantor anak perusahaannya PT Gading Bhakti di Desa Baro Paya, Kecamatan Panton Rhe. Kedatangan mereka menuntut kejelasan pesangon dan iuran BPJS Ketenagakerjaan yang diduga digelapkan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut.

Masalah itu diadvokasi oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Sebagai organisasi buruh mereka menuntut perusahan tersebut untuk segera membayarkan pesangon dan menjelaskan potongan gaji untuk iuran BPJS, yang nyatanya tak dibayarkan.

Ketua FSPMI, Zul Fahri, mengatakan setidaknya ada 218 orang eks karyawan PT Mapoli Raya yang menjadi korban, usai dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada 18 Juli 2021 atau sekitar 6 bulan lalu, karena perusahaan mengalami pailit berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Medan. Selain itu ada pula dugaan 81 orang karyawan PT Gading Bhakti yang hingga kini belum menerima gaji selama enam bulan.

“Jika manajemen beralasan tidak memiliki uang saat ini karena pailit, tapi manajemen kan bisa memberikan list daftar nama dan berapa hak setiap karyawan itu yang diterima, tapi itu tidak diberikan manajemen ke kita,” kata Zul kepada wartawan, Jumat (25/2/2022)

Zul menjelaskan, pihaknya mengetahui adanya iuran BPJS Ketenakerjaan yang belum dibayarkan saat melakukan klaim usai PHK, namun pihak BPJS tidak membayarkan sepenuhnya karena ada tunggakan selama 30 bulan, mulai dari 2018 hingga 2021.

“Kalau kita (lihat) laporan itu sebenarnya sudah sampai ke ranah kriminal, penggelapan. Karena dari gaji karyawan dipotong, tapi dari pihak perusahaan tidak menyetor ke BPJS tenaga kerja,” sebutnya.

Aksi eks karyawan Mapoli Raya menuntut hak. Foto: Siti Aisyah/acehkini

FSPMI juga pernah melaporkan hal tersebut kepada Dinas Ketenagakerjaan Aceh Barat, namun sampai saat ini belum ada putusan. Usaha mediasi yang coba dilakukan gagal karena dinas terkait tak mampu menghadirkan manajemen PT Mapoli Raya.

“Kita juga sudah mengajukan secara surat ke DPRK Aceh Barat, tapi dari sana tidak ada konfirmasi lagi, kita juga buat tembusan Ke Bupati Aceh Barat dan Komisi IV DPRA dan ke Pengawasan Disnakertrans Mobdup Aceh,” katanya.

Menyikapi hal tersebut, Askeb wilayah Barat PT Gading Bhakti, Muhammad Sani, menjelaskan bahwa permintaan dan tuntutan para eks karyawan PT Mapoli Raya sudah disampaikan kepada Kantor Direksi (Kandir) pusat, namun pembayaran pesangon belum bisa dilakukan, perusahaan menunggu hasil lelang aset perusahaan.

“Saya dapat pesan barusan, sampai jam ini belum dapat jawaban dari Kandir untuk minimal list nama atau berapa pesangon eks Mapoli, dan belum ada kepastian. Kami terus berjuang mudah-mudahan sore nanti sudah ada jawaban, tapi perusahaan berniat untuk membayarnya,” jelasnya.

KTU PT Gading Bhakti, Hermansyah.

Kepala Tata Usaha (KTU) PT Gading Bhakti, Hermansyah, mengatakan pihaknya juga tidak tinggal diam terkait penyelesaian masalah tersebut, manajemen perusahaan sudah melakukan upaya advokasi di BPJS Ketenagakerjaan secara kolektif.

“Bahkan sebagian sudah datang ke kantor BPJS, kita advokasi waktu itu berjalan setelah pailit semua karyawan bisa mencairkan proses klaim,” ujarnya.

Ia menambahkan, untuk pembayaran tunggakan di BPJS agar bisa dilakukan klaim kembali oleh eks karyawan PT Mapoli Raya. Dengan catatan apabila setelah laku pelelangan aset perusahaan. Itu adalah komitmen setelah hasil keputusan sidang di Pengadilan Tinggi Medan antara manajemen dengan BPJS Aceh Barat.

Sebagai petugas lapangan, Herman meminta kepada seluruh bekas pekerja PT Mapoli Raya untuk bersabar, perusahaan mempunyai itikad baik untuk melunaskan tunggakan dan membayar pesangon.

“Masa Pailit kita terhitung dari tanggal 18 Juli 2021, per 60 hari akan ada informasi. Tapi sampai saat ini tidak ada, kitapun tetap membantu untuk menyurati pihak manajemen yang ada di Medan kita memohon, karena saya sendiri yang ada di lapangan tidak bisa mengambil keputusan sendiri,” ungkapnya. []