PBB Ungkap Alasan Negara Miskin Tolak Jutaan Vaksin COVID-19: Umur Simpan Pendek

Nasional

Petugas kesehatan dari Polrestabes Palembang menyiapkan vaksin COVID-19 yang akan disuntikkan kepada anak usia 6-11 tahun di SD Negeri 2 Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO

Negara-negara miskin menolak menerima sekitar 100 juta vaksin COVID-19 yang didonasikan pada Desember 2021. PBB mengungkapkan, umur simpan vaksin yang pendek menjadi alasan negara-negara miskin menolak sumbangan vaksin tersebut.

WHO mengecam “rasa malu moral” dari negara-negara berpenghasilan tinggi yang memonopoli stok vaksin, kemudian menurunkan vaksin yang hampir kedaluwarsa ke negara-negara miskin yang kelaparan. Dikutip dari AFP, salah satu gambaran mencolok adalah ketika Nigeria pada bulan lalu membuang lebih dari satu juta dosis AstraZeneca.

Sementara itu, UNICEF menggunakan keahlian logistik vaksinnya untuk menangani pengiriman untuk Covax, skema global yang dibuat untuk memastikan aliran dosis ke negara-negara miskin.

Direktur Divisi Pasokan UNICEF, Etleva Kadili, mengatakan kepada komite Parlemen Eropa bahwa pada Desember “hampir lebih 100 juta dosis yang ditolak karena kapasitas negara”.

“Mayoritas penolakan karena umur simpan produk,” kata Kadili, Jumat (14/1).

Petugas kesehatan memberikan vaksin Sinovac untuk anak-anak dan remaja di Afrika Selatan, di Pretoria, Afrika Selatan. Foto: Siphiwe Sibeko/REUTERS

“Umur simpan yang pendek benar-benar menciptakan hambatan besar bagi mereka untuk merencanakan kampanye vaksinasi,” ungkapnya.

“Sampai kita memiliki umur simpan yang lebih baik, ini akan menjadi titik tekanan bag negara-negara, khususnya ketika negara-negara ingin menjangkau populasi di daerah yang sulit dijangkau,” ungkapnya lagi.

Sumbangan Uni Eropa mencapai sepertiga dari dosis yang selama ini diberikan via Covax. Pada Oktober-November 2021, 15 juta dosis vaksin yang didonasikan Uni Eropa ditolak — 75% di antaranya adalah AstraZeneca dengan umur simpan kurang dari 10 minggu dari kedatangan.

Kadili mengatakan, sejumlah negara mempertanyakan pengiriman ditunda sampai Maret 2021, ketika mereka mungkin mampu menangani tekanan pada rantai penyimpanan dingin. Ia mengungkapkan banyak negara “kembali dan meminta pengiriman terpisah — mereka ingin mendorong dosis menuju kuartal berikutnya”.

“Dan saya di sini berbicara untuk negara-negara besar, di mana secara alami Anda akan berpikir mereka memiliki kapasitas,” tuturnya.

Seorang petugas kesehatan memberikan vaksin selama kampanye vaksinasi dari pintu ke pintu di Karachi, Pakistan. Foto: Akhtar Soomro/REUTERS

Sementara pada 29 Desember 2021, WHO mengumumkan 92 dari 194 negara anggota melewatkan target vaksinasi 40% dari populasi mereka pada akhir 2021.

“Ini dikarenakan kombinasi pasokan terbatas ke negara-negara berpenghasilan rendah hampir sepanjang tahun dan kemudian vaksin berikutnya hampir kedaluwarsa dan tanpa bagian-bagian penting seperti jarum suntik,” kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

“Ini bukan hanya memalukan secara moral. Ini merenggut nyawa,” tegasnya.

Dalam pernyataannya pada Kamis (13/1), ia mengatakan sementara lebih dari 9,4 miliar dosis vaksin telah diberikan di seluruh dunia, lebih dari 85% warga di Afrika belum menerima satu dosis vaksin.

“Beberapa kendala pasokan yang kami hadapi tahun lalu sekarang mulai berkurang, tetapi kami masih memiliki jalan panjang untuk mencapai target memvaksinasi 70% populasi di setiap negara pada pertengahan tahun ini,” pungkas Tedros.

Leave a Reply