Pendar Gelandang Pengangkut Air di BRI Liga 1: Brwa Nouri hingga Alwi Slamat

Pendar Gelandang Pengangkut Air di BRI Liga 1: Brwa Nouri hingga Alwi Slamat

Nasional

Pemain Persija Jakarta Bruno Matos (kiri) berusaha melewati pemain Persib Bandung Hariono di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Grasak-grusuk, kasar, sampai skill pas-pasan.

Begitulah pandangan yang pertama kali muncul ketika ditanya peran gelandang bertahan di Liga Indonesia.

Tak salah memang, sejarah membuktikan banyak pemain Liga Indonesia yang berperan demikian. Meski tentu tidak semuanya.

Di era Liga Super Indonesia, ada nama-nama macam Wijay di Sriwijaya FC, Syamsul Chaeruddin (PSM), Hariono di Deltras hingga Persib Bandung, dan sederet nama lainnya.

Seperti julukan yang sering dilekatkan, gelandang pengangkut air, begitulah peran mereka. Bagaimana militansi, cara merebut bola, hingga tak jarang bermain keras untuk menjegal lawan.

Mereka ibarat ‘tukang bersih-bersih’ yang harus siap melakukan pelanggaran. Merekalah yang bertanggung jawab menjaga pergerakan lawan sebelum masuk ke area pertahanan.

Wajar mereka jarang mencetak gol. Tak jarang peran mereka disepelekan.

Padahal gelandang pengangkut air jugalah yang acap berkorban mendapat kartu kuning karena melanggar aksi gelandang serang ataupun penyerang lawan.

Sebenarnya, ada juga tipe gelandang bertahan yang elegan. Paling mudah diingat, Eduard Ivakdalam asal Persipura Jayapura. Skillfull dan sering menciptakan umpan-umpan ajaib menembus garis pertahanan lawan.

Eduard Ivakdalam, legenda Persipura. Foto: Dok Eduard Ivakdalam

Namun kebanyakan adalah tipe pekerja. Pemutus serangan mematikan lawan, sehingga penonton jarang menikmati permainan mereka.

Lantas apa buktinya lagi gelandang pengangkut air bukanlah posisi yang banyak mendapat perhatian?

Dilihat dari tahun 20 tahun ke belakang di Liga Indonesia, daftar pemain terbaik jarang diisi seorang gelandang bertahan. Hanya ada 2 nama sepanjang periode itu yang mampu mendobrak dominasi, yakni Ponaryo Astaman (PSM) pada tahun 2004 dan baru-baru ini Rohit Chand saat mengantarkan Persija Jakarta juara Liga Indonesia tahun 2018.

Pendar Gelandang Pengangkut Air di BRI Liga 1

Namun fenomena agak lain ada di BRI Liga 1 musim ini. Banyak gelandang bertahan yang berpendar.

Bukti nyatanya, klub yang ada di posisi 5 besar di Liga 1 hingga ke pekan 27, memiliki nama-nama gelandang pengangkut air yang bersinar.

Di Bali United ada nama Brwa Nouri. Gelandang asal Iran ini memiliki peran yang begitu vital bagi permainan Serdadu Tridatu.

Dia tak tergantikan, kecuali ada alasan mendesak. Entah sakit, cedera, atau akumulasi kartu.

Sejauh ini sudah tampil 24 kali dari total 27 pertandingan Bali United. Ia juga menjadi pemain dengan umpan sukses terbanyak di Bali.

Bali United melawan Persita Tangerang. Foto: dok. Liga Indonesia

Sekali lagi, dia bukan tipe pemain yang mahir mencetak gol. Namun ia sangat sukses dalam membaca permainan dan menghentikan pergerakan lawan.

Bukti sahihnya, Nouri menjadi pemain termahal kedua di Liga 1 setelah Mark Klok. Nilai kontaknya ditaksir Transermarkt senilai Rp 7,3 miliar per musim.

Di Arema Malang ada nama-nama gelandang pengangkut air yang perannya begitu vital. Ada Jayus Hariono, Hanif Sjahbandi, hingga Renshi Yamaguchi.

Renshi Yamaguchi dan Alwi Slamat yang Memukau

Nama terakhir mendapat perhatian lebih dari pengamat sepakbola nasional Akmal Marhali. Menurutnya, Renshi menjadi satu dari dua gelandang bertahan terbaik di Liga 1 saat ini.

“Bermain seperti Sergio Busquets seperti tak kelihatan permainannya. Tidak begitu populer juga di mata pencinta sepakbola nasional. Tapi dia menjadi faktor penentu bagi Arema yang sempat lebih dari 20 pertandingan tak terkalahkan,” kata Akmal saat dihubungi Minggu (27/2).

“Renshi pemain dengan tekel terbanyak di Liga 1,” tuturnya.

Satu nama lainnya yang berpendar adalah Alwi Slamat asal Persebaya. Pemain yang disulap menjadi gelandang bertahan ini tadinya lebih sering bermain di sektor sayap.

Penyebabnya adalah dipanggilnya gelandang-gelandang Persebaya ke Timnas Indonesia. Rachmat Irianto hingga Ricky Kambuaya salah duanya.

Ketika pemain-pemain itu dipanggil, Alwi Slamat diplot coach Aji Santoso menjadi gelandang bertahan.

Ternyata hasilnya memuaskan. Alwi bukan hanya andal memutus serangan lawan, ia juga menjadi pengalir bola yang ulung.

Ia bisa bermain keras tapi umpannya acap kali ‘ajaib’. Memudahkan kinerja Taisei Marukawa hingga Bruno Moreira yang bermain lebih ke depan. Terbukti, keduanya juga moncer.

Pesepak bola Persebaya Surabaya Alwi Slamat (kanan) berusaha melewati hadangan pesepak bola Persikabo 1973 Gilang Ginarsa. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Bahkan ketika Irianto kembali ke Persebaya, Alwi tetap tak tergantikan bersama gelandang pengangkut air lainnya Muhammad Hidayat.

“Dia tipikal gelandang bertahan yang punya kemampuan sebagai deep flying midfielder. Dia juga bisa mendistribusikan bola. Dia pernah menjadi pemain dengan umpan terbanyak dalam satu pertandingan, 100 kali,” tutur Akmal.

Padahal dulu tak banyak yang mengenal Alwi Slamat. Namun di BRI Liga 1 musim ini, ia tampil gemilang.

“Bahkan menurut saya ia layak juga dipanggil Shin Tae Yong ke Timnas Indonesia,” jelas Akmal.

Itulah peran para gelandang pengangkut air yang berpendar. Masih ada nama-nama lain yang perannya begitu memuaskan, seperti T.M Ichsan dari Bhayangkara FC hingga Mark Klok di Persib Bandung.

Inilah era mereka. Tak lagi terpinggirkan atau hanya dianggap pemain yang harus ‘dikorbankan’.

Tak mahir mencetak gol, tapi peran gelandang bertahan di BRI Liga 1 tahun ini begitu vital. Apabila ia bagus, bagus juga permainan timnya.