Politikus PKS soal Arteria Kritik Kajati Kajati Berbahasa Sunda: Meuni Lebay

Nasional

Ledia Hanifa, anggota DPR RI Fraksi PKS. Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Sekretaris Fraksi PKS DPR Ledia Hanifa Amaliah ikut memberikan tanggapan terhadap Politikus PDIP Arteria Dahlan yang meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) diberhentikan karena menggunakan Bahasa Sunda saat rapat.

Dengan menggunakan bahasa Sunda, Ledia menilai tindakan yang dilakukan Arteria berlebihan dan bisa menyinggung perasaan masyarakat Jawa Barat.

Meuni lebay kitu si Om Arteria Dahlan teh. Serius kalau kata saya mah, eta teh lebay, berlebihan.” ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (20/1).

Anggota DPR Dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi itu membenarkan, kewajiban berbahasa Indonesia memang diatur Undang-Undang. Namun bukan berarti bahasa daerah tidak boleh digunakan sama sekali.

“Namun hal ini tentu tidak berarti penggunaan bahasa daerah yang hanya menjadi semacam penguat, penjelas, selipan, bukan penggunaan secara penuh sepanjang acara menjadi haram mutlak. Ibarat kata jatuhnya jadi ‘makruh’ saja adanya tambahan-tambahan ungkapan bahasa daerah.” jelas dia.

Menurutnya, perbedaan bahasa tidak seharusnya dipertentangkan. Ia justru mendorong agar kedua bahasa tersebut tetap digunakan dalam komunikasi sehari-hari maupun kegiatan resmi.

“Jadi bahasa daerah dikembangkan, dilindungi sementara bahasa Indonesia wajib dipakai dalam rapat-rapat resmi, itu bukan sesuatu yang harus dipertentangkan. Kita tetap harus menyosialisasikan, membiasakan hingga kewajiban Undang-Undang ini menjadi sesuatu yang secara otomatis berlaku dalam kegiatan-kegiatan resmi sehari-hari.” kata Ledia.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kedua kiri) saat menghadiri Rapat kerja komisi X DPR RI, Selasa (28/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan

Ia juga menceritakan kisahnya yang pernah mengingatkan Mendikbudristek Nadiem Makarim karena kerap menggunakan ungkapan berbahasa Inggris saat rapat kerja dengan Komisi X DPR, akhir Januari 2020.

“Itu kan rapat resmi, maka saya ingatkan Mas Nadiem untuk berbahasa Indonesia sesuai aturan Undang-Undang. Mungkin karena beliau lama di luar negeri, ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris jadi berkali-kali tercetus,” ungkapnya.

Saat itu, Ledia tidak mengancam seperti yang dilakukan Arteria. Ia pun senang jika saat ini Nadiem mulai menggunakan bahasa Indonesia ketika rapat dengan DPR.

“Nah, konteks saya saat itu adalah mengingatkan beliau, agar terbiasa. Hasilnya, kini Mas Menteri sudah berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap rapat. Kalau ada sesekali tercetus ungkapan atau pilihan diksi bahasa Inggris, tentu wajar dan termaafkan.” kenang dia.

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai PKS Ledia Hanifa. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan

Lebih lanjut, Ledia mengingatkan bahwa aturan berbahasa berbeda dengan simbol negara seperti bendera, lambang, dan lagu kebangsaan yang memuat unsur pidana.

Karena itu, Arteria seharusnya lebih menggunakan pendekatan persuasif ketika menegur Kajati.

“Jadi kalau ada pelanggaran, maka yang pas itu ya diingatkan, dikasih tahu aturannya, secara informatif, persuasif dan edukatif. Kalau sampai minta diberhentikan, ditindak tegas, itu kan malah jadi melebihi ketentuan perundang-undangan. Artinya ya berlebihan. Lebay mun saur budak ngora jaman kiwari mah,” tandasnya.

Leave a Reply