Sejarawan Kritik Nama Alun-alun Kota Surabaya

Nasional

Alun-alun Surabaya yang keberadaannya menimbulkan kontroversi. Dulunya Alun-alun Surabaya merupakan tempat bersejarah yang menjadi tempat berkumpulnya para pemuda Republik Indonesia. Foto: Dok. Humas Pemkot Surabaya

Keberadaan Alun-alun Surabaya yang dibuka secara resmi untuk umum pada pertengahan Desember 2021 lalu, menuai kontroversi. Penolakan akan nama Alun-alun Surabaya itupun kini terus menguat, terutama datang dari kalangan pemerhati sejarah Kota Surabaya.

“Sebenarnya wacana penolakan adanya Alun-alun Surabaya sudah ada sejak dua tahun lalu saat awal pembangunannya. Namun sekarang makin mencuat karena telah menghilangkan nama Balai Pemuda,” kata Kuncarsono Prasetyo, Praktisi Sejarah Kota Surabaya, kepada Basra, Jumat (21/1).

Dikatakan Kuncar, menghilangkan nama Balai Pemuda sama saja dengan menghilangkan jejak sejarah Kota Surabaya. Pasalnya, Balai Pemuda merupakan tempat bersejarah sebagai markas besar pemuda Republik Indonesia saat zaman kemerdekaan. Karena menjadi tempat berkumpulnya para pemuda itulah maka disebut Balai Pemuda, dan itu telah berlangsung selama puluhan tahun.

“Sangat tragis nama Balai Pemuda yang dulunya ada di depan dan di kubah gedung justru diturunkan dan malah diganti nama Alun-alun Surabaya,” tukas Kuncar.

Kuncar bersama praktisi sekaligus pecinta bangunan bersejarah Kota Surabaya lantas melakukan wawancara secara random kepada pengunjung Alun-alun Surabaya. Hasil memprihatinkan pun diperoleh Kuncar dan kawan-kawan.

“Ternyata mereka (pengunjung) tidak mengetahui tentang Balai Pemuda. Yang mereka tahu bahwa itu adalah Alun-alun Surabaya. Mungkin kalau orang-orang lama masih ada yang tahu kalau itu Balai Pemuda, tapi yang kami dapati anak-anak muda justru tidak mengetahui. Ini kan sangat miris,” jelas Kuncar.

Apalagi dikatakan Kuncar, Alun-alun Surabaya tidak sesuai konsep alun-alun yang berlaku di kota-kota lain di Indonesia maupun negara-negara Eropa.

Menurut Kuncar, konsep alun-alun di Indonesia mengikuti makna filosofi. Alun-alun, kata Kuncar, merupakan sumbu peradaban wilayah.

“Jadi penyebutan nama alun-alun itu memiliki makna filosofi. Alun-alun adalah ruang terbuka bukan ruang tertutup, dan diapit oleh pusat pemerintahan, pasar, masjid atau gereja, serta ada penjara. Ada filosofi surga, neraka, dan dunia. Surganya itu masjid atau penjara, nerakanya penjara, dan dunia itu pusat pemerintahan,” papar Kuncar.

Jika penamaan alun-alun untuk merujuk bangunan bawah tanah, lanjut Kuncar, dinilai tidak tepat.

Dikatakan Kuncar, Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Provinsi Jatim, pun meminta agar nama Balai Pemuda dikembalikan seperti semula.

“Ini berkaitan dengan sejarah, jangan sampai anak-anak muda Surabaya tidak mengetahui sejarah yang ada di kotanya sendiri. Jadi kami meminta untuk nama Balai Pemuda dikembalikan seperti sedia kala,” tegas Kuncar.

Leave a Reply