Siapa Houthi, Kelompok yang Tawan ABK WNI di Yaman?

Nasional

Pasukan Syiah Houthi Foto: AP Photo / Hani Mohammed

Kelompok Houthi atau Hutsi menyandera sebuah kapal berbendera Uni Emirat Arab (UEA), Rawabi. Salah satu anak buah kapal (ABK) kapal tersebut merupakan seorang warga negara Indonesia (WNI).

Siapakah kelompok Houthi?

Houthi atau Hutsi merupakan klan besar yang berasal dari wilayah barat laut Yaman, yaitu Provinsi Saada. Mayoritas klan Houthi adalah penganut ajaran Syiah aliran Zaidi.

Para penganut Syiah aliran Zaidi ini mempercayai Zaid bin Ali, cucu dari Husain bin Ali, sebagai imam kelima. Hal ini didasari oleh pendapat bahwa seorang imam haruslah keturunan Nabi Muhammad SAW yang memiliki pengetahuan agama paling luas.

Dikutip dari Wilson Center, Imamah aliran Zaidi menguasai Yaman hingga 1.000 tahun lamanya. Tetapi pada 1962, mereka digulingkan dan kehilangan pengaruh politiknya di negara Semenanjung Arab itu.

Pengaruh Houthi di Yaman berangsur-angsur membesar seiring berjalannya waktu.

Gerakan pemberontakan Houthi pertama kali dipimpin oleh seorang ulama aliran Zaidi bernama Hussein Abdreddin al Houthi. Anggota parlemen Yaman pada 1993-1997 ini merupakan kritikus eks Presiden Ali Abdullah Saleh pada 1990-an.

Tentara Houthi di Yaman. Foto: REUTERS/Khaled Abdullah

Tensi meningkat setelah Presiden Saleh memotong pendanaan kepada Hussein Al Houthi pada 2000. Dari situlah, protes terhadap Pemerintah Yaman oleh gerakan Houthi dimulai. Hingga akhirnya Al Houthi tewas terbunuh oleh pasukan keamanan negara pada 2004.

Kematian Al Houthi justru menjadi bahan bakar dari memanasnya protes antipemerintah Yaman. Presiden Saleh menuding Iran, negara mayoritas penganut Syiah, mendukung Houthi.

Pada 2010, sempat terjadi gencatan senjata antara Pemerintah Yaman dengan Houthi. Namun, pada 2011 Houthi kembali bergabung dengan protes besar-besaran Arab Springs, menolak pemerintahan Presiden Saleh.

Memasuki 2011, Gerakan Houthi mengadopsi nama lainnya, yaitu Ansarullah atau “Pendukung Allah.” Mulai dekade ini, aksi-aksi Houthi semakin nekat. Sama seperti saat kepemimpinan Presiden Saleh, Houthi juga menentang pemerintahan Presiden Abd Rabbuh Mansour Hadi.

Pemberontak Houthi di Yaman. Foto: Reuters//Mohamed al-Sayaghi

Dukungan “Spiritual” Iran untuk Houthi

Negara-negara Arab, mulai dari Arab Saudi hingga Uni Emirat Arab, kerap menuding Iran sebagai pendukung Houthi.

Arab Saudi menuduh Iran menyuplai persenjataan Houthi dalam perang proksi. Teheran berulang kali menepis tudingan telah memberikan persenjataan, pendanaan, atau pelatihan kepada pasukan Houthi.

“Kami mengkhawatirkan tujuan Iran di kawasan, yang merupakan salah satu unsur utama dalam menanamkan ketidakstabilan di kawasan,” ujar Menlu Arab Saudi saat itu, Pangeran Saud al Faisal, pada 2015.

Tetapi, Iran secara blak-blakan menyampaikan dukungan terhadap Houthi—meskipun dukungan yang dimaksud bukan berupa persenjataan. Iran menyamakan Houthi dengan kelompok Hizbullah di Lebanon.

Rudal Houthi buatan Iran Foto: REUTERS/Jim Bourg

“Iran mendukung perjuangan yang sah Ansarullah di Yaman dan menganggap gerakan ini sebagai bagian dari gerakan Kebangkitan Islam yang sukses,” ujar penasihat Pemimpin Agung Ayatullah Ali Khamenei, Ali Akbar Velayati, pada 2014 silam.

Tudingan terhadap Iran mendukung Houthi memuncak pada 2017 lalu. Iran dituduh mendukung percobaan kudeta Houthi di Yaman dengan memberikan peralatan militer, pendanaan, dan pelatihan.

Tetapi, Komandan Pasukan Revolusi Iran saat itu, Mayor Jenderal Ali Jafari, mengatakan, “Dukungan Iran berada pada tingkat penasihat dan dukungan spiritual.”

Di tahun yang sama, Arab Saudi menuding Iran terlibat perang akibat rudal yang ditembakkan oleh Houthi ke Arab Saudi.

Menurut laporan rahasia PBB November 2017, empat rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi ternyata didesain dan diproduksi oleh Iran.

Houthi tembakkan rudal ke Saudi Foto: Reuters/ Houthi Military Media Unit

Meningkatnya Kekuatan Houthi

Dikutip dari BBC, kekuatan Houthi semakin besar ketika mereka mengambil alih kendali Provinsi Saada pada 2014, di bawah kepemimpinan Presiden Abdrabbuh Hadi. Sejak saat itu, mereka mulai bergerak menuju selatan.

Tak hanya penganut Zaidi yang mendukung gerakan ini—penganut Islam Sunni hingga warga sipil Yaman, turut memberikan dukungannya.

Pada akhir 2014 dan 2015, Houthi mengambil alih Ibu Kota Sanaa. Presiden Hadi pun terusir dari negaranya pada Maret 2015 setelah Houthi dan berbagai kekuatan di Yaman berupaya menguasai pemerintahan.

Pada tahun ini juga, terbentuk aliansi antara eks Presiden Saleh dan Houthi. Saleh membantu Houthi memperoleh kendali besar di wilayah utara Yaman. Tetapi, aliansi ini tidak berjalan lama.

Pada 2 Desember 2017, Saleh mengumumkan pemutusan aliansinya dengan Houthi dan menyampaikan keterbukaan untuk bekerja sama dengan koalisi pimpinan Arab Saudi.

Presiden Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi Foto: Reuters/StringerKoalisi pimpinan Arab Saudi itu terdiri dari sembilan negara mayoritas Islam Sunni: Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Maroko, Mesir, Qatar, Sudan, Uni Emirat Arab, dan Yordania. Koalisi yang diluncurkan pada 2015 ini merupakan respons dari runtuhnya Pemerintahan Yaman di bawah Presiden Hadi.

“Saya meminta saudara-saudara kami di negara-negara tetangga serta sekutunya untuk menghentikan agresi mereka, menghentikan pengepungan, membuka bandara, dan mengizinkan bantuan, serta mengobati yang terbuka. Dan kita akan membuka halaman baru dengan kebajikan,” ujar Saleh pada 2 Desember 2017.

Namun nahas, dua hari kemudian, Saleh kehilangan nyawa. Ia tewas setelah disergap dan dibunuh oleh anggota kelompok Houthi.

Sejak saat itu, perang antara Houthi yang didukung Iran dan koalisi pimpinan Arab Saudi terus membara. Kali ini, Koalisi Arab Saudi didukung oleh para simpatisan Saleh.

Pada 2018, Houthi dan Koalisi Arab Saudi terus menyerang satu sama lain. Serangan udara tak tertahankan menyebabkan memburuknya situasi di Yaman. Setelah enam bulan, kedua pihak sepakat untuk gencatan senjata.

Militan Houthi di Yaman Foto: Reuters/Mohamed al-Sayaghi

Namun pada 2021, Houthi kembali melakukan serangan di wilayah Marib, pertahanan terakhir Pemerintahan Yaman yang diakui oleh komunitas internasional.

PBB pun berulang kali menyerukan gencatan senjata. Perang di Yaman ini menyebabkan krisis kemanusiaan yang sangat besar.

Hingga saat ini, serangan oleh Houthi terhadap Pemerintahan Yaman, Arab Saudi, dan sekutu terus berlangsung. Mulai dari serangan drone yang menargetkan bandara, bom di masjid dan madrasah di Yaman, hingga pembajakan kapal.

Leave a Reply