2 Petir Pecahkan Rekor Dunia, Ada yang Terpanjang Setara Jakarta-Surabaya

2 Petir Pecahkan Rekor Dunia, Ada yang Terpanjang Setara Jakarta-Surabaya

Nasional

Penampakan badai petir di atas AS bagian barat yang diambil satelit GOES-16 pada 29 April 2020. Foto: National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)

World Meteorological Organization (WMO) mengumumkan, dua badai petir yang terjadi pada 2020 berhasil memecahkan dua kategori rekor dunia, Selasa (1/2).

Satu badai terjadi di Texas, AS, pada 29 April 2020. Sementara yang kedua terjadi di Uruguay. Badai petir di Texas berhasil memecahkan rekor sebagai petir terpanjang di dunia dengan bentangan mencapai 767 kilometer dari Texas ke Mississippi, atau jaraknya setara antara Jakarta-Surabaya

Sementara badai petir yang terjadi di Uruguay berhasil memecahkan rekor sebagai petir terlama di dunia. Kilatannya berhasil menerangi langit gelap selama 17,1 detik di langit Uruguay dan Argentina utara.

Petir Texas berhasil mengalahkan badai petir terpanjang sebelumnya yang terjadi di Brasil selatan pada 2018 lalu, dengan panjang mencapai 709 kilometer. Sedangkan rekor petir terlama sebelumnya dipegang oleh petir Argentina utara yang menyala selama 16,73 detik pada Maret 2019.

llustrasi petir megaflash Foto: Journal NatureKemungkinan petir yang lebih besar masih ada, dan kami akan mengamatinya seiring dengan peningkatan teknologi pendeteksian petir,” – Randall Cerveny, profesor geografi di Arizona State University dan pelapor Cuaca dan Iklim Ekstrem untuk WMO –

Pengamatan petir sendiri terus berubah seiring kemajuan teknologi. Sebelumnya, petir dipantau oleh instrumen yang ada di darat dikenal sebagai susunan pemetaan petir. Namun, kini para ilmuwan mengamati petir menggunakan satelit dan memungkinkan mereka untuk melihat badai dari jarak yang sangat jauh.

Adapun dua badai pemecah rekor kali ini ditangkap oleh satelit GOES-16 dan GOES-17 yang dioperasikan NASA dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Eropa juga memiliki satelit serupa yang disebut Meteosat Third Generation Lightning Imager, dan China punya FY-4 Lightning Mapping Imager.

“Sekarang kami memiliki catatan kuat tentang kilatan monster ini, kami dapat mulai memahami bagaimana mereka terjadi,” kata Michael J. Peterson, ilmuwan atmosfer di Los Alamos National Laboratory yang memimpin pelaporan catatan baru, sebagaimana dikutip Live Science. “Masih banyak yang belum kami ketahui tentang monster-monster ini.”

Leave a Reply