Bisakah Kanal Jadi Solusi Banjir di Bandar Lampung? Begini Penjelasan Akademisi

Bisakah Kanal Jadi Solusi Banjir di Bandar Lampung? Begini Penjelasan Akademisi

Nasional

Banjir di Jalan ZA Pagar Alam Rajabasa Bandar Lampung | Foto : Syahwa Roza Hariqo/Lampung Geh

Lampung Geh, Bandar Lampung – Kanal Banjir sempat diwacanakan sebagai solusi banjir di Bandar Lampung yang tak berkesudahan. Akademisi Itera menilai, solusi banjir tidak hanya kanal, Pemerintah Kota Bandar Lampung juga bisa lebih serius pada persoalan drainase, sampah, hingga daerah resapan.

Dosen Prodi Rekayasa Tata Kelola Air Terpadu (TKA) Terpadu Itera, Rahma Yanda saat diwawancarai Lampung Geh | Foto : Sidik Aryono/Lampung Geh

Sebelumnya, wacana kanal banjir sempat menjadi bahan diskusi pada Coffee Morning dan refleksi satu tahun kepemimpinan Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana dan Wakil Wali Kota Dedy Amarullah. Sebagaimana diketahui, penanganan banjir menjadi salah satu program prioritas wali kota perempuan pertama yang menjabat sebagai wali kota Bandar Lampung.

Pada kesempatan itu, Eva Dwiana mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengkaji perihal kanal banjir. Namun, beberapa kendala seperti minimnya lahan, hingga padatnya pemukiman penduduk di bantaran sungai, menyebabkan tak ada titik terang bagi kanal banjir tersebut.

Tentunya, dalam mengatasi banjir di Bandar Lampung, Wali Kota Eva Dwiana telah mencanangkan program normalisasi sungai atau yang disebutnya sebagai gerebek sungai. Selama satu tahun, program gerbek sungai diklaim telah menjangkau 10 kilometer daerah aliran sungai di Bandar Lampung. Alhasil, capaian ini juga diklaim sebagai keberhasilan mengurangi banjir selama setahun kepemimpinannya.

Kembali lagi soal kanal banjir. Dihimpun dari berbagai sumber, kanal banjir merupakan bagian dari aliran sungai dengan pelebaran atau pendalaman pada bagian tertentu. Tujuan pembuatan kanal banjir yaitu agar sebagian atau seluruh aliran dari sungai ke tempat lain. Pengalihan ini sebagai bagian sistem pengendalian banjir secara keseluruhan. Selain sebagi pengendali banjir, kanal banjir juga bisa difungsikan sebagai jalur transportasi dan perdagangan.

Memandang persoalan banjir dan kemungkinan dibuat kanal sebagai pengendali banjir di Bandar Lampung, Dosen Prodi Rekayasa Tata Kelola Air Terpadu (TKA) Terpadu Itera, Rahma Yanda memberikan beberapa alternatif solusi. Menurutnya, bisa saja di Bandar Lampung dibuat kanal, namun harus didahului dengan kajian yang matang.

“Adanya kanal untuk mengalirkan air dengan lancar, terutama saat hujan deras. Tetapi yang terpenting juga adalah mengkaji akar permasalahannya ada dimana,” ujarnya saat dihubungi Lampung Geh, Rabu (2/3).

“Pembuatan kanal juga memakan biaya yang tidak sedikit, dan justru akan menimbulkan permasalahan baru apabila permasalahan banjir tidak ditelusuri sampai ke akarnya,” sambungnya.

Terlepas dari kanal banjir yang mustahil dibuat di Bandar Lampung, Rahma menilai upaya normalisasi sungai memang menjadi salah satu upaya pengendalian bencana banjir. Namun, program normalisasi sungai juga perlu dievaluasi, apakah benar sudah menyentuh akar permasalahannya.

“Normalisasi itu salah satu upaya mengalirkan air secepat-cepatnya, tapi permasalahannya bisa jadi bukan disana,” katanya lagi.

Selain normalisasi sungai, Rahma juga menyinggung soal normalisasi dan standar drainase yang ada. “Selanjutnya yang bisa ditelusuri adalah, apakah drainase yang ada sudah sesuai standar, bagaimana fungsinya, barangkali ada sampah dan material yang mengendap di dalamnya,” lanjutnya.

Lalu, kolam retensi juga disebut oleh Rahma sebagai cara mengendalikan banjir dan juga menjadi upaya menambah cadangan air tanah. “Ada juga yang namanya kolam retensi yang bisa diterapkan pada drainase perumahan, dengan sistem dua lapis. Air hujan yang jatuh dan masuk ke drainase tidak semuanya dibuang ke sungai, tapi juga diresapkan ke tanah. Jadi, selain mengurangi volume air ke sungai, juga bisa menambah cadangan air tanah,” jelasnya.

Kemudian, pemerintah juga perlu memperhatikan luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin menyusut. Data dari Walhi Lampung menyebutkan, RTH di Bandar Lampung hanya tersisa 9,5 persen dari yang ketersediaan yang seharusnya 20 persen. “Hal ini juga perlu diperhatikan dan ada rencana penambahannya dari pemerintah,” ucapnya.

Di akhir, Rahma mengatakan bahwa semua alternatif solusi pengendalian banjir di Kota Bandar Lampung tentunya harus didukung dan perlu partisipasi semua elemen.

“Setiap upaya ini harus melibatkan semua pihak, tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat harus peduli dan sadar lingkungan. Dan media juga menjadi salah satu aktor penting untuk mengedukasi masyarakat agar lebih familiar dan peduli terhadap lingkungannya,” tutupnya. (*)