Tersandung Sengketa Pilkades, Bupati Flores Timur Digugat ke PTUN

Tersandung Sengketa Pilkades, Bupati Flores Timur Digugat ke PTUN

Nasional

Pengacara, Ruth Wungubelen saat mendaftar gugatan ke PTUN Kupang. Foto : Istimewa

LARANTUKA – Calon Kepala Desa Kolilanang terpilih, Frederikus B. Bain melalui kuasa hukumnya Ruth Wungubelen, resmi mendaftarkan gugatan ke PTUN Kupang melawan Bupati Flotim sebagai tergugat dengan obyek gugatan SK Tergugat Nomor 326 tanggal 7 Desember 2021.

Gugatan ini tertuang dalam nomor register perkara 16/G/2022/ PTUN.KPG.

Sebelumnya, calon terpilih Kepala Desa Lewoingu, juga menggugat Bupati Flores Timur ke PTUN Kupang terkait sengketa Pilkades.

Kuasa hukum Frederiukus B. Bain, Ruth Wungubelen, menjelaskan bahwa sesuai ketentuan, gugatan diajukan masih dalam tenggang waktu yang disyaratkan UU Peradilan Tata Usaha Negara yakni 90 hari terhitung sejak diterimanya keputusan tergugat oleh penggugat.

“Selanjutnya kita tinggal menunggu panggilan sidang oleh PTUN Kupang,” ujar Ruth Wangubelen, Kamis (3/3).

Ruth menjelaskan bahwa obyek gugatan diterbitkan oleh tergugat atas dasar surat keberatan calon kepala desa nomor urut 5 yang kalah pada saat pemilihan dengan mempersoalkan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Padahal, menurut Ruth, dari tahapan penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sampai pada tahapan penetapan DPT tidak permasalahan.

Namun anehnya, persoalan itu baru muncul pasca ditetapkannya penggugat sebagai calon terpilih.

“Saya melihat antara Desa Lewoingu dan Kolilanang substansi keberatan yang dilaporkan kepada tergugat adalah ranah sengketa proses yang bukan merupakan kewenangan Bupati. Dari persoalan dua Desa ini, saya menduga semua desa yang calon terpilihnya dibatalkan oleh tergugat adalah dengan soal sama yakni hal-hal yg terjadi pada ranah proses yang menjadi kewenangan panitia pilkades dan Camat,” tandasnya.

Semua regulasi baik UU Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Perda nomor 9 tahun 2014 sebagimana telah diubah dengan Perda No 3 Tahun 2020 dan Perbup Nomor 3 thn 2015 sebagimana telah diubah dengan Perbub 19 tahun 2021, kata dia , jelas dan tegas memisahkan mana ranah proses yang menjadi kewenangan panitia pilkades dan mana ranah sengketa hasil yang menjadi kewenangan tergugat.

Berbagai regulasi yang ada justru seharusnya menjadi pedoman bagi tim penyelesaian sengketa pilkades tingkat kabupaten yang diketuai oleh Sekda Flotim untuk dijadikan penjaga agar derajat Bupati tidak diturunkan menjadi ketua panitia pilkades.

“Masa seorang bupati dipaksa harus urus soal persyaratan calon kepala desa termasuk DPT? Untuk apa ada panitia pilkades kalau semua diambil menjadi urusan bupati sementara aturan memerintahkan lain,” kata mantan anggota DPRD Flotim ini.

Sebenarnya regulasi tentang Pilkades Kabupaten Flores Timur cukup lengkap bahkan sangat detail. Hal ini pun, menurut dia, diakui oleh Ketua Ombusman NTT, Darius Beda Daton.

Perda Nomor 9 tahun 2014 dan Perbup Nomor 3 tahun 2015 sudah sangat detail pengaturannya, sehingga sulit untuk disimpangkan terkecuali ada kepentingan yang mampu memaksa seorang pejabat untuk disimpangkan.

“Dari surat keberatan yang kami cermati sesungguhnya tidak ada substansi soal yang bisa membuat tergugat untuk harus membatalkan berita acara penghitungan suara,” jelasnya.

Sebagai Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi Flotim, ia juga mempertanyakan fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan aturan oleh pemerintah.

Menurut dia, apabila lembaga DPRD khususnya Komisi A yang membidangi hukum dan pemerintahan memahami masalah, mengerti perintah aturan maka, masalah ini tidak harus sampai ke PTUN.

Pilkades dengan biaya begitu murah bagi seorang calon berubah menjadi masalah yang menelan biaya tinggi sebagai akibat DPRD dibawa kepemimpinan Robertus Rebon Kereta tidak mampu mengurus persoalan.

“Tugas dan fungsi anda sebagai pimpinan dan anggota Komisi A dibayar rakyat. angan masuk menjadi pimpinan komisi A sekedar menggenapi struktur yang cuma urus perjalanan dinas dan bimtek. Dengan anggaran bimtek seharusnya pimpinan dan anggota Komisi A lebih paham aturan dari kita yang lain. Apalagi pimpinan dan anggota komisi A setiap tahun terus dibiayai mengikuti bimtek tentang aturan,” tegasnya.

“Bayangkan saja kalau biaya seorang calon kepala desa mau maju Pilkades adalah 2- 3 juta maka akan menjadi sangat mahal bila harus bersidang ke pengadilan di Kupang hanya karena fungsi pengawasan DPRD model begini. Malu sedikit dengan rakyat. Jangan menjadi kumpulan orang-orang pengecut yang tega membiarkan rakyat harus susah. Saya sedih menyaksikan mereka harus mencari uang untuk mendaftaran perkara sampai pada biaya tiket bolak balik untuk sidang,” sambungnya.

Hal ini berbeda dengan bupati sebagai pihak tergugat. Kabag Hukum dan tim penyelesaian sengketa bisa dengan gampang bolak balik Kupang-Larantuka karena difasilitasi SPPD, sehingga semakin banyak gugatan semakin banyak SPPD termasuk membayar pengacara berapapun harganya.

“Rakyat bayar pajak dan retribusi daerah bukan untuk kalian berperkara dengan rakyat di pengadilan. Kalau setiap keputusan dikeluarkan dengan prinsip, bagi pihak yang merasa dirugikan silakan ajukan gugatan hukum maka, itu bukan sikap pemimpin di negara republik tapi raja di jaman feodal,” tegasnya.

Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Kabupaten Flores Timur, Abdul Razak Jakra, SH, mengaku Pemda Flotim siap menghadapi gugatan para pihak.

“Kalau mereka sudah gugat, ya kita siap menghadapi. Itu hak mereka yang dijamin hukum dan UU. Kita hargai,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (3/2).